SURAT TERBUKA
UNTUK DIREKTUR SOEGENG SARJADI SCHOOL OF GOVERNMENT
TENTANG
PENINJAUAN KEMBALI TERHADAP PEMBERIAN PENGHARGAAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK ATAU AWARD ON GOOD GOVERNANCE DARI
SOEGENG SARJADI SCHOOL OF GOVERNMENT (SSSG)
PADA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (BNP2TKI)
Kepada
Yth. Direktur Eksekutif
Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG)
Di Jakarta
Dengan hormat,
Sebagaimana diketahui, pada peringatan dua tahun peringatan Sekolah Kepemerintahan Soegeng Sarjadi (Soegeng Sarjadi School of Government) dan peringatan hari Konstitusi UUD 1945 ke-66 tanggal 18 Agustus 2011, Soegeng Sarjadi School of Government telah memberikan penghargaan tata kelola pemerintahan yang baik atau award on good governance pada lembaga BNP2TKI. Penghargaan yang diberikan pada BNP2TKI adalah penghargaan untuk kategori “memberikan respon publik yang cepat dan tercapainya akuntabilitas” (public responsiveness and accountability).
Kami sangat menyesalkan dan prihatin atas pemberian penghargaan kepada BNP2TKI. Kami menilai, Soegeng Sarjadi School of Government kurang cermat dalam memberikan penilaian terhadap kinerja BNP2TKI. Selain itu kami juga menilai keputusan Soegeng Sarjadi School of Government untuk memberikan award pada BNP2TKI mengabaikan lebih banyak didasarkan pada pertimbangan aspek legal formal, dan mengabaikan akurasi data terkait kenyataan di lapangan berikut azas manfaat yang diterima para TKI sebagai pihak yang paling berkepentingan terhadap kinerja BNP2TKI dalam menyelenggarakan pelayanan publik bagi TKI.
Penghargaan itu sendiri melukai keadilan bagi para TKI yang menjadi korban akibat lemahnya kinerja BNP2TKI dalam perlindungan TKI. Terlebih penghargaan itu diberikan di saat para TKI tengah mempersoalkan kebijakan BNP2TKI yang tidak transparan dan merugikan demikian banyak TKI.
Berikut adalah argumen keprihatinan dan penyesalan kami atas diberikannya penghargaan tata kelola pemerintahan yang baik pada BNP2TKI:
1. BNP2TKI gagal dalam meningkatkan kinerja di dalam pengelolaan penempatan TKI ke luar negeri melalui mekanisme G to G, khususnya penempatan TKI ke Korea. Sampai sekarang BNP2TKI tidak juga membenahi sistem perekrutan TKI ke Korea yang tidak transparan dan eksploitatif terhadap TKI, meskipun sudah banyak kritik terhadap kinerja BNP2TKI. Sudah banyak pengaduan yang dilakukan TKI terkait percaloan dalam perekrutan TKI ke Korea, adanya jual beli jawaban test bahasa Korea, kecurangan sistematis dalam pelaksanaan test bahasa yang terus dibiarkan, dan tidak transparannya komponen biaya yang harus ditanggung TKI, di mana TKI dikenai biaya tinggi (sampai Rp 40 juta) tanpa tahu komponen biaya apa saja yang dibebankan pada mereka. Padahal biaya penempatan TKI lewat mekanisme G to G bisa ditekan kalau saja BNP2TKI transparan dalam mengelola penempatan TKI ke Korea. Tidak transparannya proses penempatan TKI dan lemahnya kinerja BNP2TKI dalam perlindungan TKI telah berdampak pada rendahnya kualitas/kemampuan TKI yang dikirim ke Korea dan tingginya beban biaya yang harus ditanggung TKI. Tidak sedikit TKI yang diberangkatkan ke Korea tanpa kemampuan berbahasa yang memadai sebagaimana dipersyaratkan oleh pihak Korea. Adanya BNP2TKI pada kenyataannya belum dirasakan membawa perubahan signifikan bagi perlindungan TKI.
2. Terkait pelayanan pemulangan TKI di terminal Selapajang, belum ada perubahan signifikan yang dibuat BNP2TKI dalam hal perlindungan bagi TKI yang pulang dari luar negeri melalui mekanisme terminal pendataan. TKI tetap membayar biaya transportasi jauh lebih mahal dari biaya transportasi bila tidak melalui terminal pendataan. Dalam perjalanan kembali ke daerah asal, TKI tetap dimintai uang pungutan oleh pihak travel, sementara pengaduan yang dibuat TKI pada BNP2TKI justru membuat TKI tersebut diteror oleh pihak-pihak yang tidak dikenal. TKI juga dipaksa membayar kurs lebih rendah dari yang berlaku di pasar ketika menukar valuta asing di terminal pendataan. TKI tetap dipungut biaya oleh portir, dan koper TKI bisa dengan mudah dibongkar dan dijarah isinya oleh pihak kargo yang melayani pengiriman barang-barang TKI. Hak TKI untuk bebas bergerak dan bebas dari diskriminasi tetap saja diabaikan. Pada akhirnya terminal pendataan di bawah pengelolaan BNP2TKI tetap menjadi terminal “teror dan eksploitasi” bagi para TKI sebagaimana yang selama ini terjadi dengan terminal 3. Sudah banyak pengaduan yang diberikan para TKI terkait lemahnya kinerja pelayanan di terminal pendataan, tetapi sampai sekarang belum ada respon perubahan dari BNP2TKI. Ada indikasi bahwa telah terjadi KKN dalam pengelolaan terminal pendataan, termasuk dalam pengurusan asuransi bagi TKI berkasus oleh lembaga yang ditunjuk BNP2TKI.
Terkait integritas lembaga pelayanan publik, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2020 memberi nilai rendah terhadap layanan pemulangan TKI di Terminal Selapajang oleh BNP2TKI
3. Terkait kebijakan tentang kartu identitas TKI (KTKLN), BNP2TKI telah menyelewengkan kebijakan KTKLN. Ide dari kebijakan KTKLN yang dibuat Kemenakertrans itu sendiri pada dasarnya baik, yaitu memadukan seluruh proses pendataan terkait penempatan TKI dalam satu kartu identitas yang bisa diakses oleh pihak-pihak yang terkait perlindungan TKI, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun yang terjadi, pelaksanaan kebijakan terkait KTKLN telah diselewengkan oleh pihak-pihak di dalam BNP2TKI. KTKLN yang pembuatannya dibiayai oleh APBN dan seharusnya diberikan secara cuma-cuma pada TKI yang telah memenuhi persyaratan untuk berangkat ke luar negeri, ternyata dijadikan sebagai alat untuk memeras TKI oleh pihak-pihak di dalam BNP2TKI. Yang terjadi di lapangan, TKI harus membayar sampai jutaan rupiah untuk mendapatkan KTKLN. Lemahnya sosialisasi terkait kebijakan KTKLN telah merugikan demikian banyak TKI. Penyelewengan pelaksanaan KTKLN oleh pihak-pihak di dalam BNP2TKI telah menambah deret panjang proses eksploitasi terhadap TKI. Padahal TKI sendiri belum merasakan manfaat dari adanya KTKLN.
4. Terkait dengan sistem online, sistem online yang dibangun BNP2TKI semestinya bisa meningkatkan akuntabilitas layanan BNP2TKI dalam perlindungan TKI. Tetapi ironisnya, sistem online itu justru memunculkan ‘bisnis’ baru di kalangan BNP2TKI. Salah satu sistem online yang dijalankan BNP2TKI adalah sistem online untuk pengawasan pelatihan TKI yang dilaksanakan balai latihan kerja PJTKI (BLK LN PJTKI). Untuk mendapatkan fasilitas “diawasi” itu, PJTKI wajib membayar. Apa yang terjadi apabila anda diawasi tetapi anda harus membayar ke pihak yang mengawasi anda. Yang terjadi pada akhirnya siapapun yang membayar bisa mengatur apa-apa saja yang perlu diawasi karena dalam hal ini uang sangat berperan. Sistem online telah melegalkan pungutan liar.
Pungli terbaru terkait sistem online yang dijalankan BNP2TKI menimpa klinik laboratorium TKI. Medical centre yang selama ini memroses cek medis TKI dikenai pungutan tambahan sebesar Rp 25.000 oleh pihak BNP2TKI. BNP2TKI menutup sistem online hasil cek medis TKI yang dikelola GAMCA (GCC APPROVED MEDICAL CENTER ASSOCIATION), asosiasi klinik yang disahkan oleh negara di Timur Tengah dan meminta semua laboratorium klinik tersebut untuk melaporkan hasil cek medis TKI lewat sistem online HIPTEK (Himpunan Kesehatan Tenaga Kerja Indonesia), asosiasi klinik yang telah mendapatkan sertifikasi untuk memeriksa kesehatan TKI dengan penempatan di beberapa negara Asia. Hanya saja sistem online HIPTEK tidak gratis sebagaimana sistem online GAMCA . Satu online hasil cek medis TKI hanya bisa masuk sampai ke BNP2TKI apabila membayar Rp 25.000.
Ironis bahwa sistem online yang dijadikan dasar bagi Soegeng Sarjadi School of Government untuk menilai BNP2TKI sebagai lembaga yang mencapai akuntabilitas, pada kenyataannya sistem tersebut justru dijadikan alat untuk melakukan pungutan liar. Pada akhirnya sistem online menambah beban TKI karena pungutan liar yang dibayar PJTKI dan lembaga pemeriksa kesehatan TKI itu akan dibebankan pada TKI. Sistem online yang dijalankan BNP2TKI pada kenyataannya tidak identik dengan peningkatan akuntabilitas tetapi justru memperlemah akuntabilitas. Beban biaya yang ditanggung TKI meningkat tanpa disertai jaminan peningkatan layanan dalam hal pendidikan dan akurasi pemeriksaan medis.
5. Call centre sebagai layanan pengaduan yang dikampanyekan BNP2TKI, dalam pelaksanaannya hanya untuk politik pencitraan. Adanya call centre ini semakin menambah deret panjang kekecewaan para TKI terhadap kinerja BNP2TKI sebab selain tidak banyak berfungsi (karena sulit diakses TKI), dengan call centre BNP2TKI dinilai hendak membersihkan diri dari rendahnya kinerja dalam merespon kasus-kasus yang diadukan oleh TKI. Begitu banyak kasus TKI yang dilaporkan secara tertulis pada BNP2TKI dengan disertai bukti lengkap saja sampai sekarang tidak mendapat respon dari BNP2TKI, apalagi laporan yang hanya melalui telepon. Bahkan pihak di dalam BNP2TKI sendiri mengakui kalau sistem call centre ini lebih untuk meningkatkan citra. Dengan call centre BNP2TKI hanya akan menampung masalah tetapi miskin komitmen untuk menyelesaikannya. Sistem semacam ini hanya akan menambah frustasi di kalangan TKI yang berkasus dan semakin meningkatkan ketidakpercayaan publik pada lembaga pemerintah.
6. BNP2TKI telah membuat kebijakan yang bukan wewenangnya, salah satunya adalah melarang TKI mandiri untuk bekerja pada pengguna perorangan. BNP2TKI adalah lembaga pelaksana kebijakan dan bukan lembaga pembuat kebijakan. Dibuatnya kebijakan yang melarang TKI mandiri untuk bekerja pada pengguna perorangan telah merugikan para TKI yang tanpa bantuan PJTKI dan tanpa bantuan negara telah mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Kebijakan ini juga didasarkan pada anggapan keliru BNP2TKI bahwa bekerja ke luar negeri melalui PJTKI lebih terjamin perlindungannya daripada menjadi TKI mandiri. Padahal data menunjukkan, 60 persen lebih korban perdagangan orang dikirim oleh PJTKI resmi. Kalau sama-sama tidak terjamin perlindungannya, menjadi TKI mandiri merupakan pilihan lebih baik karena biayanya lebih murah.
7. Hasil pemeriksaan Semester II tahun 2010 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menegaskan masih lemahnya kinerja lembaga pelayanan publik di bidang perlindungan TKI, termasuk di dalamnya adalah kinerja BNP2TKI. BPK menilai, rekrutmen TKI belum didukung proses yang valid dan transparan sehingga tidak ada jaminan kepastian, keadilan dan perlindungan TKI. Evaluasi yang berkelanjutan terhadap data dan informasi masalah TKI tidak ditangani secara tuntas dan komprehensif, dan data penempatan TKI tidak akurat sehingga tidak membantu upaya perlindungan TKI di luar negeri
Berdasarkan catatan-catatan di atas, kami sekali lagi menyesalkan keputusan Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) untuk memberikan penghargaan pada BNP2TKI sebagai lembaga yang memberikan respon publik yang cepat dan yang mencapai akuntabilitas. Kami juga menyesalkan atas proses pengambilan keputusan yang tidak didasarkan pada informasi akurat tentang BNP2TKI. Pemberian penghargaan yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang cermat dan data akurat terkait kenyataan sesungguhnya yang terjadi di lapangan dapat menyesatkan publik, memperlemah advokasi perlindunganTKI, merugikan TKI yang terus dieksploitasi, dan memperkuat politik pencitraan pemerintahan SBY.
Untuk itu, kami mendesak pihak Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) untuk meninjau kembali pemberian penghargaan pada BNP2TKI dan ke depan dapat lebih cermat lagi dalam mengambil keputusan terkait pemberian penghargaan pada lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dalam pelayanan publik.
Jakarta, 20 September 2011
Kami yang Prihatin
Masyarakat sipil yang terlibat dalam advokasi perlindungan TKI:
1. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)
2. HRWG
3. Migrant Care
4. Jala PRT
5. Institute for Ecosoc Rights
6. Jaringan Advokasi Revisi Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan TKI di
Luar Negeri (JARI – PPTKLN), yang beranggotakan:
1. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)
2. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)
3. ASPEK Indonesia
4. Serikat Pekerja Migran Indonesia (SPMI)
5. Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Reformasi (FSPSI Reformasi)
6. Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI)
7. Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 92 (SBSI 92)
8. Koalisi Tenaga Kerja Indonesia di Hongkong (KOTKIHO)
9. Biro Buruh Migran KASBI
10. Peduli Buruh Migran
11. Trade Union Rights Centre (TURC)
12. Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia (KOPBUMI)
13. Solidaritas Perempuan (SP)
14. LBH APIK Jakarta
15. Federasi APIK
16. Koalisi Perempuan untuk Keadilan Buruh Migran (KPKB)
17. Migrant Care
18. Jaringan Advokasi Nasional untuk Perlindungan PRT (JALA PRT)
19. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
20. Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia (APPHGI)
21. Komnas Perempuan
22. Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3)
23. Relawan Kemanusiaan Buruh Migran Indonesia (REKAN BUMI)
24. Lembaga Penelitian SMERU
25. Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (FORMADDA NTT)
26. Human Rights Working Group (HRWG)
27. K2NKSBSI
28. Institute for Ecosoc Rights
Kontak Person:
1. Jamal (SBMI): 082124896004
2. Akbar (HRWG): 0812 86356456
3. Anis (Migrant Care): 081574722874
4. Fida (JARI – PPTKLN): 081317270250
5. Palupi (Institute Ecosoc): 081319173650