Kamis, 03 Mei 2007
Jakarta, Kompas - Meskipun bekerja di sektor informal, seperti sebagai pembantu rumah tangga, buruh migran seharusnya diperlakukan sama seperti pekerja. Mereka juga berhak memperoleh pesangon, hari libur, cuti melahirkan, serta bersosialisasi.
"Mereka memiliki hak yang sama dengan pekerja lainnya yang juga memiliki hak pensiun, asuransi, serta hari libur," tutur Koordinator Human Rights Working Group Rafendi Djamin saat dihubungi, Rabu (2/5) di Jakarta.
Namun sayang, selama ini perlindungan terhadap mereka lemah. "Bahkan, Undang-Undang tentang Tenaga Kerja Indonesia masih mengesankan mereka sebagai komoditas karena berorientasi devisa," tuturnya.
Tidak hanya itu, sejak masa perekrutan hingga pemulangan, nasib para buruh migran itu juga rentan. Rafendi mengemukakan, pemerintah sebenarnya dapat melindungi mereka dengan membuat nota kesepahaman dengan negara tujuan yang berisi klausul-klausul yang melindungi buruh migran. "Misalnya, pengguna jasa buruh migran tidak diperbolehkan mengambil paspor para buruh itu," kata Rafendi.
Kampanye perlindungan terhadap buruh migran itu dengan gencar juga dilakukan oleh Caram Asia. Memperingati Hari Buruh Internasional, kemarin siang di Jakarta mereka meluncurkan campaign toolkit dengan tujuan membangun kapasitas dan memberdayakan kelompok buruh migran. Hadir, antara lain, Wakil Ketua Komnas HAM Zoemrotin K Susilo dan Pelaksana Tugas Deputi Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Ade Adam Noch. (JOS)