2/5/07
Mereka menuding kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga dan PT Indosky melakukan penipuan. Kantor Menpora menyalahkan Indosky dan organisasi ahli bunga Korea.
Sekitar 21 orang dari sekitar 300 pemuda yang berasal dari berbagai penjuru Indonesia ‘menggugat’ PT Indosky Media (Indosky) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Menpora) ke Polda Metro Jaya, Rabu (02/05). Melalui pengacara LBH Jakarta, para calon TKI ini melapor ke polisi setelah setelah tidak mendapatkan kejelasan status keberangkatan mereka ke luar negeri. Padahal mereka telah mengeluarkan biaya antara 20-30 juta rupiah dan dijanjikan Indosky berangkat ke Korea untuk magang pada Desember tahun lalu.
Rencana pengiriman ratusan TKI dengan spesialisasi ahli bunga itu tak bisa dilepaskan dari komunikasi yang terjadi antara Indosky, Korean Florist Association (KFA), dan Menpora.
Indosky adalah mitra dari Korean Florist Association (KFA). Asosiasi ini merupakan investor asing yang berencana membuka lahan produksi bunga di beberapa tempat, termasuk di Subang. Untuk itu, Indosky sebagai mitra diminta mempersiapkan calon pekerja yang akan bekerja di tempat tersebut, setelah sebelumnya magang di Korea. Menpora tersangkut karena terlibat kerjasama dengan KFA dalam program magang ini.
Melalui surat pada 9 April lalu, pengacara LBH Hermawanto telah mendesak Indosky dan Menpora untuk memberikan klarifikasi kepada calon peserta magang. Kementerian yang dipimpin Adhyaksa Dault itu terseret dalam kerja sama yang ditandatangani bersama KFA. LBH juga meminta Indosky bertanggung jawab atas kerugian yang diderita calon pekerja.
Mengutip Hermawanto, Indosky selalu menyatakan proses tinggal selangkah lagi, tetapi tidak pernah terlaksana. Selain jawaban berbelit-belit, keberadaan Indosky kini tidak jelas, dan jajaran terasnya juga sulit dihubungi. Sebagian calon pemagang lain yang sempat terlunta-lunta memutuskan untuk pulang ke kampung masing-masing.
Awalnya, PT Indosky Media lewat agennya mengajak para pemuda di berbagai daerah di Indonesia untuk mengikuti program magang di Korea Selatan sebagai yang akan menjadikan mereka tenaga bunga yang handal. Dengan ‘cukup’ membayar 35 juta, para pemuda dimingi untuk dapat magang dengan gaji sekitar 9 juta per bulan.
Saat pulang, beginilah iming-imingnya, mereka akan ditempatkan di lahan seluas 2.300 hektare di daerah Subang, yang merupakan tempat proyek pengembangan bunga KFA bersama Indosky. Bukan hanya itu, selama di rantau Indosky juga akan menanggung akomodasi, uang saku dan upah lembur untuk para pemagang. Tetapi, setelah para pemuda menjalankan latihan (termasuk pembekalan bahasa Korea) dan membayar sebagian biaya administrasi, mereka tak kunjung diberangkatkan.
Dalam salah satu surat Indosky ke calon pemagang, perusahaan tersebut mengaku sebagai pihak yang ditunjuk oleh KFA yang melakukan kerjasama dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Menpora memutuskan bekerjasama dangan KFA karena sedang mencanangkan program ‘Sejuta Wirausaha Muda Indonesia’. Indosky juga mengaku program dari KFA sebagai manifestasi kerjasama ASEAN dengan Korea (Joint Declaration on Comprehensive Cooperation and Partnership between ASEAN and Republic of Korea).
Asisten Deputi Kewirausahaan Pemuda dan Olahraga Safri Baharudin yang dihubungi terpisah (02/05), mengelak dengan menyalahkan Indosky yang menjanjikan akan segera mengirim para pemuda tersebut. “Posisi menpora hanya sebagai pihak yang bekerjasama dengan KFA,” ujarnya. Saat itu Menpora ingin memanfaatkan program yang dijalankan KFA yang sejalan dengan proyek ‘Sejuta Pengusaha’ Menpora.
Saat Menpora mendengar ada pola pencarian tenaga kerja (dengan meminta uang) yang dilakukan Indosky, Safri mengaku telah mengajukan komplain. “Kita bilang tidak bisa kami Menpora bukan Menaker. Kami menyatakan tidak bisa menerima dengan pola tenaga kerja, kalau ada sesuatu salah kami,” ujarnya.
Menurut Safri, terdapat dua hal yang menjadi masalah tak kunjung berangkatnya para calon ahli flora tersebut. Di satu sisi, Kedutaan Korea perlu meminta KFA mendirikan perusahaan representasi di Indonesia, sebelum dapat mengeluarkan visa. Karenanya KFA perlu memiliki kantor perwakilan di Indonesia. “Kantornya nanti yang akan mengirim,” ujarnya. Baru kemudian bisa mengirimkan tenaga kerja ke sana.
Di sisi lain, KFA sedang mempersiapkan proses penanaman modal tersebut. Menurut rencana, kata Safri, perwakilan KFA bakal datang dalam waktu dekat ke Indonesia untuk membahas masalah tersebut.(CRK)