27 Mei 2007
Jember: Setelah menjalani hukuman penjara selama satu tahun satu bulan dan hukuman cambuk sebanyak 630 kali, tenaga kerja wanita asal, Jember, Jawa Timur, Dwi Mardiyah (38), bisa pulang ke rumahnya di Dusun Karang Semanding, Desa Sukorejo. Kecamatan Bangsalsari, Sabtu (26/5) dini hari.
Bersama sedikitnya dua awak bus tenaga kerja asal Indonesia, Mardiyah menggunakan Pesawat Yamani dari Bandara King Abdul Aziz tiba di Bandara Soekarno-Hatta, dua hari lalu. Mardiyah lalu menggunakan pesawat Lion Air dengan membayar sebesar Rp 670.000 dan tiba di Bandara Juanda Surabaya pada Sabtu (26/5) dini hari. Mardiyah pun pulang dengan tangan hampa ke desanya.
Kepada TEMPO, Mardiyah mengaku takjub ketika dipanggil Pemerintah Arab Saudi dan mengabarkan dirinya akan dipulangkan ke Tanah Air. Mardiyah lalu menceritakan bagaimana dia akhirnya bisa pulang ke tanah air. Pada Kamis (24/5) lalu, Mardiyah dipanggil petugas di penjara. Dia disuruh mengemasi barang-barangnya, karena akan dipulangkan ke Indonesia. ”Mereka sama sekali tak memberitahukan mengapa akhirnya saya dipulangkan. Padahal, sisa hukuman masih 9 bulan penjara dan 70 kali cambuk,” ujarnya.
Mardiyah seharusnya menghabiskan dua tahun penjara dan 700 cambukan karena dituduh melakukan perbuatan zina. Mardiyah menuturkan kejadian itu bermula pada sekitar awal 2006. Setelah habis masa kontrak dengan majikannya yang pertama, di Makkah, Mardiyah mencoba peruntungan di tempat lain karena tidak tahan dengan gaji yang hanya 600 real per bulan. Dia menilai, gaji itu tidak sepadan dengan pekerjaannya.
Dengan dibantu oleh seorang kawannya, Mardiyah dicarikan majikan baru. Ia semakin tergiur karena jam kerja dan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya jauh lebih ringan. Ia hijrah ke Jeddah, bekerja kepada Fatma, dengan gaji sebesar 1.000 real per bulan.
Tapi kesialan berawal dari sini. Setelah dua hari bekerja, Mardiyah diajak bertamu oleh Fatma, ke rumah seorang kawannya bernama Sumaya. Karena terlalu malam, bersama majikannya tadi, Mardiyah menginap di tempat itu. Tapi sekawanan polisi menggerebek dan mengobrak-abrik rumah itu. Di hadapan polisi, Mardiyah dituduh sebagai pelacur, sementara Sumaya dituduh sebagai germo. "Saya langsung dibawa ke kantor polisi,” ujar Mardiyah mengenang.
Anehnya, meski Sumaya dibebaskan dari segala tuduhan, Mardiyah tetap mendekam di tahanan dan disidangkan. Pengadilan memvonis Mardiyah dua tahun penjara dan 700 hukuman cambuk. Sejak 23 Maret 2006, ia menjalani hari-harinya di penjara. Ia ditempatkan di sebuah ruang seperti aula bersama bersama 400 narapidana dari berbagai negara dan belahan dunia. Sementara, hukuman cambuk dijalankan dua minggu sekali dengan cambukan 70 kali. "Di tempat itu, aku merasa tak punya harapan lagi. Bahkan, rasa sakit hukuman,” ujarnya dengan tatapan mata yang nanar.
Meski pulang dengan tangan hampa, Mardiyah senang bisa kembali ke keluarganya. Bahkan, Mardiyah mengaku kapok dan enggan kembali menjadi TKW.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia Jawa Timur, M. Cholily menerangkan keberhasilan memulangkan Mardiyah setelah ia berhasil menghubungi Deputi Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Timur Tengah, sekitar dua pekan lalu. Setelah mengirimkan surat, pihak Deputi segera meminta Kedutaan Besar RI di Arab Saudi mengusahakan kepulangan Mardiyah. "Dengan surat itu, Mardiyah berhasil pulang bersama beberapa sekitar 100 orang TKI lainnya,” ujar Cholily.
Cholily mengatakan usahanya juga dibantu perwakilan ILO Jatim. Ia bahkan saat mengadakan lawatan ke Jakarta untuk mengikuti Work Shop Buruh Migran Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu dimanfaatkannya untuk meminta dukungan dari berbagai pihak untuk memulangkan Mardiyah.
Hingga saat ini, Mardiyah mengatakan sedikitnya empat tenaga kerja wanita asal Indonesia terancam hukuman mati di Arab Saudi. Saat ini, mereka masih mendekam di penjara New Al Ruwaiz, Jeddah, Arab Saudi. ”Jumlah TKW yang ditahan di sana sekitar seribu orang. Empat orang mau dihukum mati. Mereka itu adalah Nur Fadillah dari Bondowoso, Aminah dan Sri Darma dari Banjarmasin, dan Sulaemah dari Madura. Mereka dituduh membunuh majikannya dengan alasan majikannya tersebut melakukan penyiksaan yang berlebihan," kata Mardiyah.
Namun, hingga saat ini, sepanjang yang dia ketahui, proses peradilan terhadap keempatnya masih belum tuntas dan vonis belum dijatuhkan. Karenanya, keempat TKI tersebut masih tinggal di penjara di penjara New Al Ruwaiz Briman, woman section 3, bersama 1.000 lebih TKI yang dinyatakan bersalah dengan beragam tuntutan.
Cholily membenarkan keterangan tersebut. Namun, dia mengaku belum bisa menggali lebih dalam karena kondisi mental dan kesehatan Mardiyah yang belum fit. Dia berencana menunggu hingga waktu yang tepat untuk menanyakan lebih detil tentang keempat TKI yang malang tersebut.
Mahbub Djunaidy