-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

22 May 2007

Upah Rendah, TKI Enggan ke Malaysia

Sinar Harapan
22 Mei 2007

Kuala Lumpur – Pembantu rumah tangga asal Indonesia menghindari Malaysia karena upah yang diterima lebih rendah ketimbang bekerja di negara lain sementara agen penyalur tenaga kerja Indonesia mengeluhkan komisi yang mereka terima lebih kecil dibandingkan rekannya dari Malaysia. Demikian disampaikan Menteri Dalam Negeri Radzi Sheikh Ahmad kepada wartawan, Senin (21/5).

Rata-rata 1.000 pembantu rumah tangga asal Indonesia masuk ke Malaysia tiap bulan, namun jumlahnya kini menurun tajam, kata Radzi tanpa menyebutkan angkanya. Lagi pula para agen rata-rata mengirim “pembantu-pembantu kelas dua dan tiga sehingga membuat kami tidak suka,” kata Radzi seperti dikutip harian New Straits Times edisi Selasa (22/5). “Para pembantu tersebut tidak disarankan untuk datang ke sini oleh agen Indonesia. Mereka juga beranggapan upah di sini lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Hong Kong dan Singapura,” lanjut Radzi.

Dia mengungkapkan bahwa pembantu rumah tangga asal Indonesia dibayar rata-rata 400 ringgit (sekitar Rp 900.000) per bulan di Malaysia, sementara di Singapura bayarannya mencapai dua kali lipat.
Agen-agen penyalur tenaga kerja Indonesia juga mengeluhkan rendahnya keuntungan. Mereka hanya memperoleh 460 ringgit, dari setiap tenaga yang disalurkan, sementara agen asal Malaysia memperoleh 630 ringgit. Tidak heran bila para agen yang berbasis di Malaysia sebenarnya tidak menuntut adanya kenaikan tarif jasa. “Justru agen-agen di Indonesia yang menuntut kenaikan tarif,” kata Radzi.

Beban Majikan
Penurunan jumlah ketersediaan pembantu asal Indonesia membuat para majikan di Malaysia membayar agen hingga 6.000 ringgit untuk merekrut seorang pembantu, atau hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan 3.500 ringgit yang direkomendasikan pemerintah, kata Radzi.
Dia menyatakan pihaknya akan bertemu dengan pejabat tenaga kerja dari Indonesia untuk membahas upaya penyelesaian masalah tersebut. Kedua negara memiliki kesepakatan untuk melindungi tenaga kerja, namun tidak menetapkan upah minimum, hari libur atau uang lembur, kata Radzi.
“Hal itu tergantung dari majikan,” kata Radzi. “Kami tidak ingin dibatasi banyak undang-undang dan peraturan untuk melindungi pembantu rumah tangga.” Dia juga mengungkapkan bahwa Malaysia kini mulai beralih mencari tenaga pembantu rumah tangga dari negara lain seperti India, Laos, Myanmar, Kamboja, Vietnam, Turkmenistan dan Kazakhstan, serta Timor Leste.
Lebih dari 300.000 warga Indonesia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia. Negara itu sangat tergantung pada tenaga asing untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. (ap/nat)