05 Juni 2007
SLIPI, WARTA KOTA - Setelah upaya mediasi gagal dicapai, Pengadilan Negeri (PN)
Jakarta Barat menggelar sidang kedua perlawan eksekusi warga Meruya versus PT Portanigra, Senin (4/6) siang. Dalam sidang itu yang beragendakan pembacaan eksepsi dari Portanigra dan Juhri Dkk, tim kuasa hukum Portanigra menolak dan menyangkal gugatan warga Meruya dan Pemprov DKI.
Mereka beranggapan gugatan tim kuasa hukum warga Meruya dan Pemprov DKI cacat hukum dan harus batal demi hukum. "Gugatan yang diajukan warga tidak didasari sertifikat hak milik. Bukti kepemilikan yang diajukan warga tidak memiliki legal standing (kualitas hukum-Red)," ujar Yan Juanda, kuasa hukum Portanigra, kepada majelis hakim.
Dari 685 surat yang diajukan, katanya, sebanyak 277 surat bukan sertifikat hak milik. "Tetapi berupa hak guna bangunan, surat pelepasan hak, akta jual beli, dan kartu pengkotakan kavling. Berdasarkan aturan hukum acara perdata pihak ketiga yang boleh mengajukan perlawanan adalah pihak ketiga yang memiliki sertifkat hak milik," tutur Yan. Sementara pihak Pemprov DKI hanya memiliki bukti hak guna pakai atas aset-aset yang mereka miliki di Meruya Selatan.
Ucapan Yan ini memancing emosi ratusan warga Meruya yang menghadiri persidangan itu. Mereka secara spontan meneriaki pengacara Portanigra itu. Majelis hakim yang diketuai Hesmu Purwanto SH harus menenangkan warga yang emosi untuk meneruskan sidang.
Selain itu, Yan juga menambahkan alasan gugatan yang dilakukan warga semestinya tidak digabungkan dalam satu berkas. "Gugatan perlawanan eksekusi yang diajukan warga merupakan gugatan class action. Class action itu merupakan pekara dua pihak. Sementara warga Meruya bukan pihak pertama dan kedua," kata Yan.
Sementara itu, H Juhri sebagai pihak terlawan dua dalam kasus ini yang kehadirannya diwakili kuasa hukumnya, Petrus Balapattiona, tidak menyangkal dalil-dalil yang dikeluarkan pihak warga dan Pemprov DKI. Bahkan, dalam sidang itu Petrus mengatakan penetapan eksekusi yang dikeluarkan PN Jakbar belum mempunyai kekuatan hukum yang penuh. "Sebab ada manipulasi berita acara sita jaminan yang dijadikan pertimbangan hukum Mahkamah Agung. Kami sendiri masih memohonkan peninjauan kembali atas putusan MA," ujar Petrus.
Berbeda dengan eksepsi H Juhri, eksepsi H Yahya bin H Geni, justru menguatkan pendapat tim kuasa hukum Portanigra. Kuasa hukumnya yang bernama Amir Karyatin, mengatakan kepada majelis hakim untuk menolak gugatan warga dan Pemprov DKI. "Eksekusi di Meruya Selatan seharusnya sudah dilaksanakan karena sudah mempunyai kekuatan hukum," paparnya.
Mendengar ucapan dari kuasa hukum H Yahya ini, warga yang hadir dalam sidang itu kembali emosi. Mereka lantas mencemooh Amir Karyatin yang hadir dengan kemeja putih. "Dibayar berapa tuh si Yahya. Ketahuan ya sekarang membela siapa," ujar seorang warga. "Yang pakai baju putih (Amir Karyatin-Red) digantung saja tuh," timpal yang lain.
Setelah semua pihak terlawan kecuali pihak Yamin Tugono membacakan eksepsinya sidang ditutup oleh majelis hakim. Sidang akan dilanjutkan pada Senin pekan depan dengan agenda pembacaan tanggapan dari kuasa hukum warga Meruya dan Pemprov DKI atas eksepsi tersebut.
Sementara itu diluar persidangan Jurnal Siahaan, Kepala Biro Hukum DKI membantah ucapan Yan Juanda yang mengatakan warga dan Pemprov DKI tidak bisa mengajukan gugatan perlawanan karena tidak memiliki sertifikat hak milik. "Pihak ketiga yang memiliki kepentingan dan merasa dirugikan bisa mengajukan perlawanan bukan pihak yang memiliki sertifikat saja," katanya. (tos)