Jakarta - Di Hong Kong, sedikitnya ada 100.000 TKW dari Indonesia. Sekitar 85% di antara mereka beragama Islam. Setiap hari mereka bekerja membersihkan rumah, memasak, mengasuh anak, dan lain-lain. Memasak daging babi dilakukan setiap hari. Bagaimana hukum salat yang mereka lakukan?
Masalah unik inilah yang dibahas dalam Seminar Syariat Islam (Bahtsul Masail) tentang Solusi Hukum Islam mengenai Salat TKW Hong Kong yang diselenggarakan Lembaga Kajian, Penelitian Sosial dan Keagamaan (LakpesG@m) PC GP Ansor Kencong di Jember, Jawa Timur, Kamis lalu. Acara ini juga didukung oleh Lajnah Bahtsul Masail PCNU Kencong dan Himpunan Alumni dan Satri Lirboyo (Himasal). Sejumlah kiai dan perwakilan dari Depnakertrans juga berpartisipasi dalam acara ini.
Dalam siaran pers yang diterima detikcom, Sabtu (9/2/2008), yang dikirimkan oleh HM Imam Ghozaly Aro, anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, seminar memutuskan bahwa salat para TKW Hong Kong itu tetap sah. Pensucian najis mugholadzoh juga bisa dilakukan dengan sabun.
"Salatnya sah. Namun menurut qaul (pendapat) yang adzhar (lebih jelas dan banyak diikuti), salatnya tidak sah. Tapi, dalam keadaan terpaksa, bisa mengikuti muqobilul adzhar (kebalikan qaul adzhar) yang memperbolehkan bersuci dari najis mugholadzoh (najis berat) tanpa menggunakan debu atau tanah. Muqobilul adzhar berpendapat bahwa cara mensucikan najis mugholadzoh sama dengan cara mensucikan najis yang lain, asalkan sudah bersih, maka dianggap cukup, semisal menggunakan sabun," demikian jawaban dari masalah pelik ini.
Ada juga qaul yang menyatakan bahwa peranan debu atau tanah (dalam mensucikan najis mugholadzoh) bisa digantikan dengan sabun. Maka tata cara mensucikan barang atau badan yang terkena najis mugholadzoh, menurut qaul ini, cukup dibasuh dengan air tujuh kali, salah satunya menggunakan sabun.
Dalam kesempatan ini, Wakil Katib Syuriah PBNU, KH Ach. Sadid Djauhari memberikan warning bahwa qaul atau pendapat di atas tidak bisa dijadikan fatwa umum. Dalam arti, hanya bisa dipakai di daerah yang kondisinya sulit menemukan debu atau tanah seperti yang dialami para TKW Hong Kong, Taiwan, Singapura dan semacamnya. Sehingga, pendapat ini tidak bisa dipakai di Indonesia.
"Fiqih itu relatif dan dinamis, yang haram bisa jadi halal, begitu juga sebaliknya. Namun kita tidak boleh main-main di wilayah ini karena bisa terbakar, dalam arti tersesat," tandas KH Sadid.
Pembahasan mengenai kasus ini dilatarbelakangi oleh aktivitas memasak daging babi yang dilakukan oleh para TKW muslim di Hong Kong. Seperti diketahui bahwa daging babi merupakan makanan sehari-hari para majikan di Hong Kong. Para TKW tidak makan daging babi, mereka hanya memasak kemudian menghidangkannya. Lantas bagaimana bila mereka melakukan salat, padahal mereka sering memasak daging babi dan hidup serumah dengan anjing piaraan majikan mereka? Babi diharamkan dalam Islam, sementara air liur anjing merupakan najis mugholadzoh.
Dari latar belakang ini, muncul dua pertanyaan:
1. Dalam situasi dan kondisi seperti itu, sah atau tidak salat para TKW Hong Kong?
2. Kalau tidak sah, bagaimana solusinya? Adakah Qoul yang memperbolehkan bersuci dari najis mugholadzoh tanpa debu? ( asy / aan )
Arifin Asydhad - detikcom