“Kami mencium ada yang tidak beres dalam pelaksanaan tender itu. Kami meminta Menteri Hukum dan HAM untuk meninjau ulang tender laminasi paspor itu,” tandas Johny Allen di sela-sela rapat kerja Panitia Anggaran dengan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Kepala Bappenas di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/3).
Johny menjelaskan, dari informasi yang diperolehnya, harga Rp34.500 yang ditawarkan pemenang tender laminasi paspor itu terlalu tinggi. “Saya dapat informasi, bahwa tender
serupa di Filipina harganya hanya sekitar Rp 1.000. Perbedaannya jauh sekali. Bisa dibayangkan berapa besar potensi kerugian negara yang bakal terjadi kalau tender itu dijalankan,” kata Johny yang juga menjabat Ketua DPP Partai Demokrat itu.
Ia mempertanyakan keputusan Perum Peruri itu, karena ada perusahaan yang menawarkan harga lebih murah dan jaminan sekuritasnya lebih tinggi, tetapi justru dikalahkan.
“Berarti tender itu tidak adil dan berpotensi merugikan keuangan negara. Jangan main-main dengan uang negara. Kalau bisa ditunda atau ditinjau kembali, kalau tidak mau dibatalkan,” tuturnya
Selain itu, Johny juga merasa heran dengan sikap Peruri yang justru menenderkan kembali pengadaan laminasi paspor berjumlah 3.250.000 unit kepada perusahaan swasta. “Secara korporasi memakai bendera Peruri, tetapi secara teknis dikerjakan oleh orang lain (perusahaan swasta). Memang tidak ada aturan yang dilanggar dalam soal ini. Tetapi ini kan security printing. Bagaimana bisa terjaga tingkat sekuritasnya kalau ada pihak swasta yang mengetahuinya?” tanya Johny.
Pernyataan senada dilontarkan Irmadi Lubis, anggota Komisi VI DPR yang membidangi masalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut mantan Wakil Ketua Komisi VI itu, pelaksanaan tender laminasi paspor harus memperhatikan tingkat keamanan agar paspor tidak mudah dipalsukan.
Sebelumnya, Menkum dan HAM Andi Mattalatta mengatakan, tender laminasi paspor yang dilakukan di Filipina memiliki spesifikasi teknis yang berbeda dengan tender laminasi yang dilakukan Perum Peruri. "Jadi memang kualitas di Filipina itu beda dengan kualitas yang di Indonesia. Perbedaan spesifikasi teknis bisa mencapai 30%. Tetapi kalau spesifikasi sama, merek sama, harganya lebih murah di Filipina, berarti kita tolol. Kalau tolol, nggak pantas jadi pejabat,” jawab Andi Mattalata seusai menghadiri rapat paripurna pengesahan RUU Pemilu di DPR, Senin (3/3). (Hil/OL-03)
Penulis: Hillarius U Gani