-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

13 March 2008

Penderita Gizi Buruk di Tangerang Meningkat

Bocah penderita gizi buruk di Tangerang.

Bocah penderita gizi buruk di Tangerang.

13/03/2008 05:21 Gizi Buruk
Liputan6.com, Tangerang: Penderita gizi buruk di Kabupaten Tangerang, Banten, mengalami peningkatan pada awal tahun ini dibanding periode yang sama tahun silam. Salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan orangtua memenuhi asupan bergizi karena miskin.

Sania, misalnya. Bocah berusia empat tahun ini berat badannya hanya delapan kilogram. Ia tampak kurus kering dan nafasnya tersengal. Menurut Maria, orangtua Sania kepada SCTV, belum lama ini, anaknya memang menderita kelainan jantung selain gizi buruk. Adik Sania yang bernama Hasanudin dan sudah berusia dua tahun juga menderita gizi buruk.

Maria mengaku selama ini ia memang hanya bisa memberikan nasi tanpa lauk kepada anak-anaknya. Ini karena penghasilan Nawi sang kepala keluarga yang bekerja sebagai pengayuh becak tidak menentu.

Di sekitar tempat tinggal Sania, yakni di kawasan Mauk Tangerang ditemukan 49 anak di bawah usia lima tahun (balita) yang menderita gizi buruk. Jumlah ini hanya sebagian kecil dari 2.895 balita penderita gizi buruk yang tersebar di Kabupaten Tangerang.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Hani Herianto membenarkan jumlah penderita gizi buruk mengalami peningkatan, yaitu sekitar 2.500 anak. Jumlah di lapangan diyakini jauh lebih besar mengingat banyak orangtua yang enggan memberitahukan kondisi anaknya ke puskesmas terdekat.

Sementara di Nusa Tenggara Timur dilapokran belasan balita di Kabupaten Belu harus dirawat di panti gizi Haliwen akibat kekurangan gizi akut. Umumnya para balita merupakan pasien rujukan rumah sakit dan berasal dari keluarga miskin.

Beberapa balita menderita kekurangan gizi akut atau marasmus. Indikasinya kulit keriput dan pecah pecah, selain itu perut membuncit. Bahkan ada juga bocah berumur dua tahun yang bobotnya tak sampai lima kilogram.

Menurut orangtua korban, kurang gizi akut yang menimpa anak mereka disebabkan kemiskinan. Mereka tidak punya uang untuk membeli susu dan makanan bergizi lainnya. Ini lantaran mayoritas korban berasal dari keluarga petani.(IAN/Tim Liputan 6 SCTV)