TEMPO Interaktif, Surabaya:Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Kepolisian Daerah Jawa Timur berhasil mengungkap sindikat perdagangan perempuan antarpulau untuk dijadikan pekerja seks komersial.
Empat lelaki otak women trafficking tersebut diringkus dua hari lalu. Mereka adalah Imawan, 59 tahun, pemilik Hotel Virgo Makassar, pengelola hotel berinisial D (39), Rudi (35) asal Ponorogo dan Asmanto (32) asal Surabaya.
Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polda Jatim Komisaris Yayuk Trismintarti mengatakan pengungkapan perdagangan perempuan itu berawal dari banyaknya laporan orang tua yang kehilangan anak perempuannya. Selanjutnya Polda Jatim bekerja sama dengan Polda Sulawesi Selatan untuk menyelidiki masalah tersebut.
"Dari penyelidikan kami terungkap bahwa para perempuan yang hilang itu ternyata dipekerjakan sebagai pekerja seks di Makassar. Mereka ditampung di sebuah hotel," kata Yayuk, Selasa (25/3).
Setelah Hotel Virgo digerebek, polisi menemukan 74 perempuan yang selama ini menjadi korban perdagangan. Dari jumlah itu, 71 berasal dari Jawa Timur, 2 dari Jawa Tengah dan 1 dari Kalimantan Timur. Polisi juga menemukan berbagai barang bukti berupa tagihan hotel, foto-foto setengah badan para korban, obat pencegah kehamilan, kondom, pesawat telepon, alat perekam dan sejumlah uang.
Dari pengakuan tersangka diketahui bahwa pencarian korban itu dilakukan di terminal-terminal bus di Jatim. Tugas mencari mangsa dilakukan oleh Rudi dan Asmanto. Mereka membidik perempuan-perempuan muda yang sedang kebingungan di terminal.
Setelah menemukan mangsa, keduanya lalu mendekati korban dan mengiming-imingi pekerjaan sebagai pelayan cafe di Makassar. "Bila korbannya oke, Rudi dan Asmanto menyetubuhinya dulu dengan alasan untuk mengetes keperawanannya," kata Yayuk.
Setelah disetubuhi, korban disekap sementara dan diintimidasi agar tidak lari. Dalam kondisi tertekan, korban masih diteror agar selalu menjawab "ya" bila ada telepon dari Makassar yang bertanya apakah dia siap bekerja di hotel.
Selanjutnya oleh Rudi dan Asmanto, korban dikirim ke Makassar melalui Bandara Juanda Surabaya. Dalam pengiriman itu korban hanya dibekali tiket pesawat senilai Rp 1,5 juta dan tanpa uang saku. "Harga tiket itu dihitung sebagai utang," ujar Yayuk.
Sesampainya di Makassar korban dijemput oleh kaki tangan Imawan dan langsung dibawa ke hotel. Di sana mereka dipaksa menandatangani surat pernyataan yang isinya bersedia bekerja sebagai pekerja seks. Selama di hotel korban hanya diberi uang Rp 200 ribu untuk biaya hidup. Itu pun dihitung sebagai utang.
"Kalau langsung bersedia melayani tamu, korban dapat bonus Rp 125 ribu. Tapi yang diterima cuma Rp 10 ribu dengan alasan sisanya untuk mencicil utang," imbuh Yayuk.
Korban yang telanjur masuk ke hotel tersebut sulit keluar lagi karena dianggap masih menanggung utang. Mereka boleh keluar asal membayar uang Rp 4 juta sebagai pelunasannya.
Kepala Bidang Humas Polda Jatim Komisaris Besar Pudji Astuti menambahkan, setelah kasus tersebut terungkap, korban dalam pengawasan aparat Polda Sulsel dan menunggu waktu untuk dipulangkan ke Jatim. "Kita masih koordinasi dengan Polda Sulsel untuk memulangkan para korban melalui jalur laut," kata Pudji.
Menurut Pudji, perdagangan perempuan oleh Imawan dan kawan-kawan telah dilakukan empat atau lima tahun lalu. Dan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, polisi menjerat tersangka dengan pasal 285 KUHP dan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kukuh S. Wibowo