Setiap Orang Diwajibkan Bayar Minimal Rp 30 Juta
Kamis, 17 April 2008 | 11:13 WIB
Bandung, Kompas - Tergiur janji pekerjaan yang ditawarkan Yayasan Bannua Bina Nusantara, 320 calon tenaga kerja harus menderita kerugian sekitar Rp 5 miliar. Mereka sudah membayar biaya program pendidikan khusus calon tenaga kerja Indonesia ke Korea. Namun, setelah program selesai, pekerjaan yang dijanjikan sejak bulan Februari 2007 itu tak kunjung terwujud.
Rahmat Wijiatmoko, seorang calon tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Bandung, Rabu (16/4) di Bandung, mengaku harus membayar Rp 15 juta untuk menjalani masa pendidikan persiapan kerja di Korea, termasuk kursus bahasa Korea. "Setiap calon TKI dipungut biaya berkisar Rp 15 juta-Rp 25 juta. Itu pembayaran awal dari total Rp 30 juta. Sisanya akan dibayar setelah bekerja di Korea," kata Rahmat.
Selain membayar biaya pendidikan sebesar Rp 15 juta, Rahmat juga diminta menyerahkan sejumlah dokumen penting, antara lain Surat Tanda Tamat Belajar SMA, akta kelahiran, kartu keluarga, kartu kuning, dan KTP.
Purwanto, calon TKI asal Brebes, bahkan harus membayar Rp 20 juta untuk biaya pendidikan. "Saya diberi iming-iming gaji di Korea sebesar 770.000 won atau setara Rp 8 juta per bulan, dan mereka janji akan memberangkatkan dalam waktu lima bulan," kata Purwanto.
Setelah menjalani pendidikan tiga bulan selama Februari-April 2007, Rahmat, Purwanto, dan calon TKI lainnya disuruh menunggu proses penerbitan paspor hingga Agustus. Mereka kemudian dijanjikan terbang ke Korea pada Desember 2007, tetapi batal karena diharuskan mengikuti kursus bahasa Korea. Sebelum mengikuti kursus, calon TKI diwajibkan membayar Rp 500.000.
Akan tetapi, saat hendak mengikuti kursus pada 9 Desember 2007 di Universitas Indonesia, Depok, Rahmat dan calon TKI lainnya kaget karena nama mereka tidak tercantum dalam daftar peserta kursus. "Kami tertipu karena setelah bertanya ke Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Bannua Bina Nusantara ternyata bukan mitra mereka," ujar Rahmat. Pengawasan lemah.
Paralegal Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Parsaoran Sirait mengatakan, Rahmat dan 50 calon TKI merupakan korban penipuan. Mereka telah mengadu ke LBH Bandung dan BNP2TKI di Jakarta.
"Pada 16 Januari 2007, kami sempat bertemu Salifi Rachman, pemilik Yayasan Bannua Bina Nusantara di Jalan Parakan Asih, Bandung. Saat itu dia berjanji memberangkatkan seluruh calon TKI. Bila batal, biaya pendidikan dikembalikan 100 persen. Namun, sampai sekarang Salifi sulit dihubungi," kata Parsaroan.
Canggih Prabowo dari Divisi Perburuhan LBH Bandung menegaskan, begitu banyaknya kasus penipuan terhadap calon TKI di Indonesia membuktikan aspek hukum tenaga kerja di Indonesia masih lemah. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi ataupun BNP2TKI tidak serius mengawasi lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja.
"Sekali memberikan lisensi kepada agen tenaga kerja, agen itu tidak perlu menjalani pengkajian ulang untuk pembaruan secara berkala. Di sinilah kelemahan pengawasan Depnakertrans dan BNP2TKI," ujar Prabowo.
Rabu siang Kompas mendatangi Kantor Bannua Bina Nusantara di Jalan Parakan Asih, Bandung. Namun, rumah itu tampak sepi, tidak berpenghuni. (A01)
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.