http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2009/09/27/37031
27 September 2009 | 15:21 wib | Daerah PKL Tetap Ngeyel Jualan Di Tepi Pantai Bantul, CyberNews. Meski dilarang jualan di pinggir pantai Parangtritis, namun tampaknya larangan itu tak berlaku bagi pedagang kaki lima (PKL). Buktinya, selama liburan lebaran ini masih banyak pedagang yang tetap jualan di tempat tersebut.
Padahal sebelumnya, Satpol PP Bantul sudah mengeluarkan larangan berjualan, namun anehnya tidak ada tindakan nyata untuk menegakkan aturan. Sehingga tak heran bila puluhan PKL berjualan di pantai tersebut.
Sesuai dengan Peraturan Bupati nomor 24 tahun 2006 tentang Penataan Kawasan Usaha Pantai Parangtritis, kawasan yang berada di sebelah selatan konblok hingga bibir pantai harus wajib kosong dan tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan apapun.
Kenekatan pedagang PKL untuk berjualan di bibir pantai, dikarenakan ramainya pengunjung yang datang dan kebutuhan perut karena tidak maksimalnya fungsi atau keberadaan stan-stan di terminal baru. "Jika saya tidak berjualan di sini, terus saya harus makan apa? Sedangkan yang bisa saya lakukan hanya ini tidak ada yang lain. Pemerintah hanya diam saja tanpa pernah memberi solusi," kata Suyanti (38) salah seorang pedagang yang ada di tempat itu ketika ditemui Minggu (27/9).
Selama sehari jualan, Suyanti yang berjualan berbagai makanan ringan dan minuman kemasan itu mengaku mendapatkan ratusan ribu rupiah atau beberapa kali lipat bila dibandingkan dengan hari biasa.
Dia juga mengaku sebenarnya dirinya dan rekan-rekan yang lain sudah mengetahui larangan yang diumumkan oleh Satpol PP itu. "Tapi karena kebutuhan perut saya nekat saja, jika memang diusir ya kita bongkar lagi," katanya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Budi Wardopo (40) tahun, baginya alasan berjualan di tempat terlarang itu sama dengan pedagang yang lain. "Sebenarnya saya sudah punya stan di kawasan terminal baru. Namun karena berada di belakang, saya tidak mendapatkan pengunjung," jelasnya.
Budi mengatakan, selama ini pemerintah kurang peduli dengan keberlangsungan hidup para pedagang yang sudah memiliki stan. Sebab selain tidak ada upaya untuk memajukan, pemerintah juga tidak pernah sungguh-sungguh melarang PKL berjualan di pinggir pantai, sehingga sering kali terjadi aksi kucing-kucingan.
Sementara Kandiawan, Kepala Satpol PP Bantul ketika dikonfirmasi mengenai hal ini menjelaskan, pihaknya memberikan toleransi kepada pedagang untuk berdagang di sana selama beberapa waktu. "Selama tidak terjadi pertengkaran atau perselihan dengan pedagang di terminal, kita tidak akan mengambil tindakan," katanya menjelaskan.
Dia menyangkal selama ini pihaknya tidak pernah konsisten dalam menenggakkan peraturan. Sebab sebelumnya, Satpol PP sudah mengultimatun para pedagang untuk tidak berdagang dan membersihkan kawasan pinggir pantai.
Kandiawan juga mengatakan selama ini pihaknya melakukan pemantuan rutin guna mengawasi pedagang agar tidak berjualan. Namun kenyataan di lapangan, sejak hari H hingga Minggu, tidak satupun petugas Satpol PP yang terlihat di sana.
Sementara selama liburan lebaran ini, pusat jajanan khas tradisional Mbok Tumpuk dibanjiri pngunjung untuk membeli makanan tradisional khas Bantul dan sekitarnya. "Sejak lebaran ini, jumlah pembeli mengalami peningkatan," kata Kelik, Manager Mbok Tumpuk.
Meskipun menemui kendala dalam hal bahan baku, namun pemenuhan kebutuhan pembeli yang datang hingga Minggu (27/9) sebagai oleh-oleh tidak ada masalah. Semua bisa tercukupi dan terlayani. "Selama ini yang paling laris adalah makanan khas yaitu geplak dan peyek tumpuk. Untuk geplak, selama tiga hari terakhir kami sering mengalami keterlambatan karena tidak imbangnya permintaan dan stok barang," katanya.
Keterlambatan itu menurut Kelik dikarenakan kurangnya stok geplak matang, oleh karena itu pihaknya harus menambah pegawai untuk bisa memenuhi dan memasak geplak hingga tengah malam.
Ini belum lagi dengan sulitnya mencari bahan baku kelapa segar yang harus didatangkan langsung dari pemasok, dengan harga perbutirnya naik Rp 500 setiap harinya harus menghabiskan 6000 butir kelapa. Atau mengalami 20 kali kenaikan dibandingkan hari biasa.
Khusus geplak, Kelik menuturkan pihaknya harus menaikkan harga jual menjadi Rp 18.000 per Kg sebelumnya hanya Rp16000 karena naiknya harga gula.
Selama lebaran ini, lanjut Kelik, setiap harinya Mbok Tumpuk menghabiskan 5-6 kuintal, mengalami kenaikan hingga tiga kali lipat dibandingkan hari biasanya. "Sedangkan peyek tumpuk, peningkatannya masih dibawah geplak. Setiap harinya kami bisa menjual sebanyak 2-3 kwintal, untuk hari biasa hanya 1 kwintal. Untuk harga jualnya tidak mengalami peningkatan yaitu Rp 26.000 per Kg," katanya. ( Sugiarto / CN13 )
|