-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

10 September 2009

Warga Kampung Sawah Semper Resah

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/04/04082546/warga.kampung.sawah.semper.resah

Warga Kampung Sawah Semper Resah

Jumat, 4 September 2009 | 04:08 WIB

 

Jakarta, Kompas - Sekitar 500 KK yang tinggal di Kampung Karanganyar atau lebih dikenal dengan Kampung Sawah RT 16 RW 04, Semper, Cilincing, Jakarta Utara, resah. Pasalnya, Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan semua bangunan yang ada di kampung tersebut bakal dirobohkan seusai Lebaran nanti.

"Kami semua resah. Namun, kami tetap bertekat untuk mempertahankan rumah kami," kata Purwanto, salah seorang warga yang rumahnya kena gusur.

Rencananya pemerintah akan merobohkan rumah-rumah di Kampung Sawah pertengahan Agustus lalu, tetapi warga menolak dengan cara membakar ban-ban bekas di tengah Jalan Raya Cakung-Cilincing. Akibatnya, arus lalu lintas macet.

Purwanto mengatakan, warga menempati tanah itu sejak tahun 1998. Mereka memperolehnya dengan cara alih garap. "Saya membayar alih garap itu Rp 12 juta per kavling. Saya beli tiga kavling, tetapi yang satu sudah saya jual," kata Purwanto. Setiap kavling berukuran 7 x 12 meter.

Namun, setelah 10 tahun mereka tinggal di sana, tiba-tiba keluar sertifikat atas nama H Makbul yang pernah menjabat Lurah Semper Barat. Konflik pun terjadi antara warga dan Makbul.

Menurut Wali Kota Jakarta Utara Bambang Sugiono, penggusuran warga di Kampung Sawah tidak berkaitan dengan sengketa antara Makbul dan warga. Namun, penggusuran dilakukan karena seluruh bangunan di kampung itu tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

"Sebenarnya kami sudah mengurus IMB itu sejak awal, tetapi tidak keluar juga izinnya," ujar Purwanto.

Warga, menurut Purwanto, semula bersedia digusur dengan syarat mendapat ganti rugi Rp 500.000 per meter persegi. Namun, karena tidak ada niat baik dari pemerintah, warga meminta ganti rugi sebesar Rp 3 juta per meter persegi.

Namun, kata Bambang, Pemerintah tidak akan memberi ganti rugi kepada warga karena itu bukan tanah mereka. "Kami hanya memberikan uang kerohiman sebesar Rp 5 juta sampai Rp 10 juta per bangunan," tuturnya.

Rekening dicabut

Sementara Sekretaris Daerah DKI Jakarta Muhayat mengatakan, setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan beberapa kali lobi, Departemen Keuangan (Depkeu) akhirnya membuka blokir atas rekening dana pembebasan lahan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Hal itu akan memudahkan percepatan pembebasan lahan kanal banjir timur (KBT).

"Pembukaan blokir rekening itu membuat dana pembebasan lahan dapat langsung dikucurkan jika sudah ada keputusan pengadilan atas sengketa tanah. Jika percepatan pembebasan tanah sudah sesuai rencana, KBT sudah dapat tembus ke laut pada akhir 2009," kata Muhayat.

Rekening itu diblokir Depkeu atas rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi, juli 2009. Jumlah dana yang dititipkan di rekening itu mencapai Rp 17 miliar. Dana konsinyasi itu dititipkan ke pengadilan supaya Pemprov DKI dapat segera mengeruk lahan KBT yang masih dalam status sengketa. Pihak yang bersengketa dipersilakan maju ke pengadilan dan yang dinyatakan menang dapat mengambil uang pembebasan lahan di pengadilan.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto mengatakan, dana itu diperlukan untuk membebaskan 21 bidang lahan yang berada di jalur basah, jalur kering, dan keluar masuk kendaraan proyek. Dengan dibukanya blokir, pengerukan lahan KBT dapat dilanjutkan karena dananya dianggap sudah tersedia. (arn/eca)