"Penyiksaan ibu kami itu merupakan pelecehan bagi bangsa Indonesia yang bekerja di Malaysia." MARIONO Anak Pertama Munti
Kekerasan yang dilakukan oleh sang majikan hingga mengakibatkan Munti tewas saat bekerja sebagai pembantu di Malaysia, sangat tidak manusiawi. Munti disekap, tidak diberi makan, dan dipukuli hingga mengalami patah tulang.
KELUARGA Tenaga Kerja Wanita (TKW) Munti binti Bani asal Kabupaten Jember, Jawa Timur, mendesak majikan Munti untuk meminta maaf secara resmi kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan bangsa Indonesia.
"Harapan kami, majikan yang melakukan penyiksaan terhadap Munti meminta maaf secara resmi kepada Presiden SBY dan bangsa Indonesia atas perbuatan keji yang dilakukannya kepada TKI," kata anak pertama Munti, Mariono, saat ditemui di rumahnya di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (27/10).
Menurut Mariono, kekerasan yang dialami ibunya itu sangat tidak manusiawi karena ibunya disekap dan dipukuli hingga mengalami patah tulang di sejumlah bagian anggota tubuhnya. "Perbuatan penyiksaan itu merupakan pelecehan bagi bangsa Indonesia yang bekerja di Malaysia sehingga majikan yang bersangkutan harus meminta maaf secara resmi," katanya.
Ia khawatir ada Munti-Munti lain yang menjadi korban penyiksaan majikan di Malaysia sehingga pemerintah Indonesia harus bertindak tegas atas kasus kekerasan yang menimpa TKI yang bekerja di Malaysia. "Kami tidak ingin kejadian yang dialami oleh ibu terulang kembali pada TKW lainnya," katanya.
Suami Munti, Suparmo, mengaku pernah mendapat telepon dari istrinya yang menceritakan tentang penyiksaan majikan Munti pertama yang bernama Wah Hoi Cit Wan di Selangor, Malaysia. "Istri saya pernah dipukuli oleh majikan yang pertama, kemudian Munti ganti majikan, namun ia mendapat penyiksaan yang lebih parah," katanya.
Sementara itu, informasi yang diterima keluarga, jenazah Munti akan tiba di Bandara Juanda Surabaya pada Rabu (28/10) atau Kamis (29/10), selanjutnya jenazah tersebut akan dibawa ke rumah duka di Dusun Pondok Jeruk Barat, Desa Wringin Agung, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember.
Almarhum TKW Munti, meninggalkan seorang suami yang bernama Suparmo dan lima orang anak yang bernama Mariono, Siami, Citra, Hartono dan Suprihatin. Keluarga TKW Munti binti Bani berharap, jenazah Munti segera dipulangkan ke rumah duka di RT 3, RW 14, Dusun Pondok Jeruk Barat, Desa Wringin Agung, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Jawa Timur. "Permohonan kami hanya satu, yakni jenazah istri saya dapat dipulangkan secepatnya ke Jember," kata suami Munti, Suparmo.
Pengacara
Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) organisasi yang selama ini paling keras menyuarakan kekerasan dan kekejaman yang dilakukan Malaysia terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mengirim 5 pengacara ke Malaysia untuk memastikan proses hukum terhadap para tersangka berjalan dengan benar. Selain itu juga untuk memastikan hak-haknya sebagai pekerja dapat terpenuhi.
"Kelima pengacara itu kami kirim untuk menindaklanjuti kematian Manti. Mereka akan memantau dan memastikan proses hukum di sana berjalan," tegas Koordinator Bendera Mustar Bonaventura kepada wartawan di markas Bendera di Jl Diponegoro No 58, Jakarta, Selasa (27/10).
Bendera menilai pemerintah bertindak lambat dalam merespons dan mengusut kematian pahlawan devisa itu. Karena itu, langkah ini bisa dibilang sebagai bentuk ketidak percayaan kepada Duta Besar Indonesia di Malaysia berikut jajarannya. "Ini ekspresi ketidakpercayaan kami terhadap pemerintah Indonesia yang lamban dan lunak dalam membela kepentingan WNI termasuk para TKI," tandasnya.
Kegusaran juga melanda Migrant Care. Terkait kasus kematian Munti, Migrant Care berencana menggelar aksi unjuk rasa pada Rabu (28/10) hari ini di Kedubes Malaysia di Jakarta. "Merespons kasus tersebut, kami dari Migrant CARE JAKERLA (Jaringan Kerja Layak untuk PRT) dan elemen lain, akan menggelar aksi mendatangi Kedubes Malaysia di Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (28/10) pukul 09.00. Kami satu suara untuk Munti binti Bani, yakni 'Menuntut Keadilan dan Menggugat Arogansi Malaysia," tegas Executive Director Migrant Care Anis Hidayah di Jakarta, Selasa kemarin.
Menurut Anis, kasus Munti merupakan salah satu bukti bahwa Pemerintah Indonesia telah melanggar MoU penghentian sementara pengiriman (moratorium) TKI ke Malaysia. Sebab, informasi yang didapat Migrant Care, Munti baru bekerja selama dua bulan di Malaysia. Adapun MoU penghentian pengiriman sementara TKI ke Malaysia mulai berlaku sejak 26 Juni lalu.
"Itu artinya Munti dikirim ke Malaysia saat MoU sudah berlaku. Ini artinya Indonesia tidak menaati sikap politik yang sudah dikeluarkan sendiri.
Atas insiden ini, Migrant Care selain mengecam majikan yang menyiksa Munti hingga tewas, juga menyayangkan sikap Pemerintah Indonesia yang tak konsisten dengan kebijakan luar negerinya sendiri. Kasus ini merupakan pelanggaran HAM serius dan sudah semestinya menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk meninjau kembali moratorium penghentian TKI ke Malaysia," ungkap dia.
Di tempat terpisah, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menyesalkan peristiwa yang menimpa Munti di Malaysia. Menakertrans berjanji akan membenahi sektor pengawasan terutama permasalahan TKI ilegal. "Kita sangat menyesal, kita akan awasi terus arus keberangkatan TKI, karena arus ilegal masih tinggi," ujarnya saat ditemui di kantor Menko Kesra.
Tidak hanya itu, pria yang akrab disapa Cak Imin tersebut juga akan melakukan negosiasi dengan Malaysia, membahas persoalan perlindungan Tenaga Kerja khususnya yang berasal dari Indonesia. "Saya segera meluncur ke Malaysia bulan depan, negosiasi membahas perlindungan," paparnya. O ant/dir/one |