-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

27 May 2005

TKW Indonesia Disiksa dan Diperas di Taiwan

TEMPO Interaktif
Jum'at, 27 Mei 2005

Blitar: Sriati Anggraeni, 22, TKW asal Desa Gebang, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, Jawa Timur menjadi korban penyiksaan kekejaman majikannya di Taiwan. Setelah bekerja selama setahun lebih di Taipei, Taiwan sebagai pembantu rumah tangga di rumah keluarga Sie Chong Long, Sriati pulang ke rumahnya dalam keadaan mengenaskan akibat siksaan. Tubuhnya penuh luka bekas setrika. Payudara sebelah kirinya membusuk. Yang lebih mengerikan, sejumlah gigi dan kukunya rontok karena dicabut paksa.

Miswan, ayah Sriati tidak menduga jika kepergian anaknya ke Taiwan untuk mencari rejeki malah berbuah melapetka. Kepergian Sriati terdorong oleh kesuksesan ibunya, Tamiyem yang telah lebih dulu menjadi TKW di di Arab Saudi. "Sriati berangkat ke Taiwan pada tanggal 3 Maret 2004 sebagai pembantu rumah tangga. Dia berangkat
melalui PT Kharisma, PJTKI yang berada di Jakarta,"kata Miswan.

Sejak berangkat, Sriati tak pernah berkirim kabar. Tiba-tiba Sriati menelepon ayahnya, minta agar ayahnya menyediakan uang sebesar Rp 50 juta untuk menebus
dirinya dari sang majikan. Tebusan itu diperlukan karena Sriati mengaku dituduh mencuri uang milik majikannya. "Karena khawatir anak saya tak bisa kembali ke rumah, saya mencari pinjaman uang dari sanak saudara. Uang itu kemudian saya transfer ke rekening yang ditunjuk. Selanjutnya Sriati minta dijemput di Bandara Juanda, Surabaya pada hari Rabu tanggal 25 Mei 2005,"kata Miswan.

Ketika bertemu di bandara, Miswan sangat terkejut melihat keadaan anaknya. Tubuhnya benar-benar rusak dan hancur karena disiksa majikannya."Saya benar-benar tak kuasa menahan tangis"ujarnya.

Saat itu juga Miswan membawa anaknya ke RS Mardi Waluyo, Blitar untuk mendapat perawatan. Kondisi Sriati saat itu hampir kehilangan kesadaran dan tubuhnya penuh luka.

Sriati saat ditemui di rumah sakit tampak terlihat lemas. Kondisinya sangat memprihatinkan. Sekujur tubuhnya, dari kepala hingga kaki penuh luka bekas sundutan benda panas, hingga meninggalkan luka basah yang nyaris membusuk. "Selama di Taiwan saya mengalami penyiksaan hampir setiap hari. Terkadang saya di-nyos (ditempeli) seterika panas. Terkadang juga dengan menggunakan sutil (alat untuk menggoreng) yang dinyoskan ke punggung dan payudara saya. Tangan saya juga di sundut dengan sutil. Kuku dan gigi saya juga dicabuti. Itu semua dilakukan karena saya dituduh mencuri uang majikan saya,"kata Sriati, sembari memegangi tangannya yang membusuk.

Karena tak tahan oleh siksaan itu, Sriati pernah melaporkan hal itu ke polisi di Taiwan. Namun laporan itu tak digubris oleh polisi setempat. Karena tidak mendapat tanggapan aparat keamanan, ia diambil kembali oleh majikannya. "Setelah diambil kembali oleh majikan saya dari polisi, saya kembali disiksa. Karena sudah tak tahan, saya akhirnya menelepon ayah saya untuk mentransfer uang sebesar Rp 50 juta seperti yang diminta majikan saya, sebagai tebusan,"kata Sriati terbata-bata.

Atas nasib yang menimpa anaknya, Miswan minta PT Kharisma selaku PJTKI yang mengirimkan Sriati ke Taiwan bertanggungjawab. "Saya sudah melaporkan kajian ini ke Dinas Tenaga Kerja Blitar,"kata Miswan.

Dwidjo U. Maksum