-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

25 April 2007

Malaysia Banyak Keluarkan Dana Bela TKI di Pengadilan

ANTARA News
25/04/07 13:02

Kuala Lumpur - Pemerintah Indonesia seharusnya malu kepada pemerintah Malaysia, karena negara tetangganya itu telah banyak mengeluarkan dana untuk membela WNI yang melakukan tindakan kriminal di Malaysia.

Hal itu dikemukakan oleh Saiful Aiman Sawari dan Made Jakfar Abdullah, keduanya adalah juru bahasa Indonesia pada Mahkamah Persekutuan Malaysia, di Kuala Lumpur, Rabu.

"Pemerintah Indonesia atau KBRI di Malaysia tidak perlu banyak komentar dan komplain soal perlakuan pengadilan terhadap WNI, karena pemerintah Indonesia tidak pernah mau keluar uang untuk membela warganya yang sedang menghadapi pengadilan di Malaysia. Sedangkan pemerintah Malaysia sudah banyak keluarkan uang untuk membela WNI di pengadilan akibat terlibat tindak kriminal," kata Made Jakfar Abdullah, penerjemah bahasa Indonesia bagi WNI yang menjadi terdakwa di pengadilan Malaysia.

Baik Made maupun Saiful mengemukakan hal itu karena seringnya KBRI menyampaikan keluhan soal lamanya pengadilan Malaysia dalam menangani kasus-kasus kriminal WNI.

Contoh kasus, Abdul Gani (26 ), WNI asal Aceh yang baru pertama kali disidangkan di Pengadilan Negeri Shah Alam Selangor, Selasa (24/4), tetapi karena tidak didampingi pengacara dan minta pengadilan melantik pengacara Malaysia, kemudian sidangnya ditunda hingga Maret 2008.

"Abdul Gani ditahan pada 11 Novermber 2006 dan baru disidangkan pada Selasa (24/4), oleh hakim kemudian ditunda hingga Maret 2008. Berarti ia harus mendekam lama untuk mendapatkan keadilan dan vonis. Ya itulah risiko jika tidak mampu bayar pengacara sendiri," katanya.

Menurut Made, pemerintah Malaysia sudah banyak keluar dana untuk membela WNI yang menghadapi pengadilan Malaysia karena dugaan tindak kriminal.

"Sebagai penerjemah bahasa Aceh, pemerintah Malaysia bisa mengeluarkan dana 600-700 ringgit per hari. Sebulan saya bisa terima 5.000-7.000 ringgit, tergantung banyak kasus yang ditangani. Cukup banyak bantu keuangan saya yang sedang ambil program S2," katanya, yang menjadi penerjemah sejak 2001.

Sementara itu, Saiful yang juga Ketua Umum Aliansi Buruh Migran Jawa Timur, mengakui sebagai penerjemah bahasa Jawa untuk terdakwa orang Jawa menerima 100 ringgit per hari jika sidang di pengadilan Kuala Lumpur dan menerima 600-700 ringgit per hari bila di luar Kuala Lumpur. Dalam sebulan saya bisa menerima 3.000 - 4.000 ringgit sebagai penerjemah saya," kata Saiful, yang menjadi penerjemah pengadilan Malaysia sejak 1992.

Belum lagi pemerintah Malaysia mengeluarkan dana untuk pengacara (peguam). Mereka dibayar per paket. Untuk satu kasus, Malaysia harus mengeluarkan dana antara 7.000 hingga 10.000 ringgit, kata Made.

Menurut catatan Saiful, di penjara Sungai Buluh, Selangor saja, ada 45 WNI keturunan Aceh yang menghadapi tuduhan pengedar Narkoba, pasal 39 B, yang dapat dikenai hukuman gantung atau mati. Ada tiga WNI menghadapi tuduhan pembunuhan, pasal 302, dan di Ipoh Perak ada satu WNI.

Menurut Saiful dan Made, para pengacara yang dibayar oleh pemerintah Malaysia, umumnya berjuang optimal dan penuh dedikasi serta profesional, walaupun ada beberapa yang kurang optimal. "Mereka walau dibayar rendah tapi para pengacara itu berjuang secara profesional," kata Made.

Saiful dan Made sangat kecewa, sedih dan malu terhadap pemerintah Indonesia, Departemen Luar Negeri, dan KBRI yang kurang membela WNI yang sedang berjuang di pengadilan Malaysia. "Pemerintah harusnya mengalokasikan dana besar untuk membayar pengacara guna membela warganya di Malaysia. Jumlah WNI di Malaysia sangat besar," kata Made.

Sementara itu, Saiful mengemukakan, KBRI Malaysia seharusnya tidak saja mendirikan Satgas Perlindungan WNI, tapi juga Satgas Pembelaan WNI di pengadilan. "Saya siap bergabung dengan tim Satgas KBRI untuk pembelaan WNI yang sedang menghadapi pengadilan walaupun tidak digaji sepeserpun demi membela WNI," katanya.

Berdasarkan data Imigrasi Malaysia, dari 1,8 juta pekerja asing di Malaysia, ada 1.174.013 tenaga kerja Indonesia. Dari jumlah itu, ada 294.115 orang merupakan PRT (pembantu rumah tangga) asal Indonesia. Ini berdasarkan jumlah yang resmi. Namun diperkirakan WNI yang bekerja di Malaysia mencapai sekitar 2 juta, baik legal dan ilegal. (*)