28 Mei 2007
[JAKARTA] Juru Bicara Departemen Luar Negeri Kristiarto Legowo mengingatkan, warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Arab Saudi agar mematuhi ketentuan hukum di negara tersebut.
Menurut dia, pada awal April lalu Pemerintah Arab Saudi telah mengumumkan agar semua warga negara asing yang izin tinggalnya sudah habis atau overstay serta yang tidak terdokumentasi (undocumented), dalam waktu dua bulan segera meninggalkan negara itu. Jika sampai 1 Juni ketentuan itu tidak dipatuhi, warga negara asing bisa dikenai tahanan selama enam bulan dan denda 10.000 Riyal. Denda ini juga akan dikenakan kepada majikan yang mempekerjakan mereka.
"Perwakilan Indonesia di Arab Saudi telah melakukan beberapa langkah, antara lain bertemu masyarakat Indonesia dan mengimbau agar semua WNI bisa mematuhi ketentuan hukum yang berlaku," kata Kristiarto.
Dia menyebutkan, banyak kasus WNI yang bepergian ke Arab Saudi untuk tujuan beragam telah secara sengaja melewati izin tinggal yang akhirnya bisa dipulangkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Pada 2006, ada 23.000 WNI yang dideportasi oleh Pemerintah Arab Saudi. Lalu dari Januari hingga April 2007, ada sekitar 8.800 WNI yang berstatus overstayer atau undocumented dan kemudian dideportasi.
Sedangkan untuk kasus penyiksaan dua WNI di Amerika Serikat (AS), yaitu Samirah dan Nona, Kristiarto menjelaskan, kondisi mereka membaik.
"Mereka sudah keluar dari Nassau University Medical Center dan ditempatkan di penampungan yang aman dan diawasi penegak hukum setempat," kata Kristiarto.
Samirah dan Nona yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga itu disiksa dan diperlakukan seperti budak oleh sepasang suami-istri asal India. Menurut Kristiarto, "Kami belum bisa memastikan kepulangan mereka ke Indonesia. Sebab, keberadaan mereka di New York masih dibutuhkan untuk proses peradilan yang masih berlangsung," ucapnya.
Secara terpisah, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Erman Soeparno, anggaran pemulangan TKI dari Arab Saudi bukan hanya bersumber dari pemerintah namun juga akan ditanggung oleh perusahaan pengirim, asuransi dan bantuan dari Pemerintah Arab Saudi. Kendati demikian, pemerintah tetap menanyakan ke Pemerintah Arab Saudi mengenai status TKI yang berada di negara itu.
"Saya akan mengirimkan surat ke Menteri Ketenagakerjaan Arab Saudi untuk menanyakan yang overstay, apakah ilegal murni atau apakah masih dipergunakan oleh majikan," jelas Erman menjawab SP, di Jakarta, Jumat (25/5).
Bila TKI tersebut masih dipekerjakan, lanjutnya, maka harus diputihkan dan dipenuhi dokumennya oleh pihak yang mempekerjakan. Pemerintah juga meminta agar majikan yang masih mempekerjakan TKI ilegal, juga di hukum.
Asuransi PRT
Sementara itu, Pemerintah Malaysia segera mengeluarkan kebijakan terkait pemberian asuransi kepada para pembantu rumah tangga (PRT) asing. Langkah itu dilakukan untuk menjamin keamanan dan keselamatan para pekerja asing di sana.
Menurut Menteri Dalam Negeri Malaysia Mohamad Radzi Sheikh Ahmad di Kuala Lumpur, Jumat (25/5), asuransi itu meliputi kematian, kecelakaan dan perawatan di rumah sakit.
"Kami berharap aturan pemberian asuransi itu membuat para pembantu asing yang bekerja di sini merasa senang, percaya diri, dan aman. Biaya asuransi untuk setiap pekerja sekitar 75 ringgit (hampir Rp 200.000)," kata Radzi.
Kebijakan yang itu diharapkan dapat disetujui oleh kabinet dalam dua pekan ke depan. Tawaran itu dilontarkan Radzi setelah bertemu dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia Erman Soeparno.
Saat ini ada sekitar 350.000 pembantu asing yang bekerja di Malaysia, dan 95 persen di antaranya berasal dari Indonesia. [AP/E-9/O-1/L-10]