Selasa, 01 Mei 2007
Banjarmasin, Kompas - Selama tahun 2007 sudah 17 orang meninggal karena malaria di Kalimantan Selatan. Berkait dengan itu, semua bupati dan wali kota di provinsi tersebut beramai-ramai meminta obat pencegahan penyakit yang ditularkan gigitan nyamuk anopheles itu kepada Dinas Kesehatan Kalsel.
Menurut Kepala Subdinas Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kalsel Sukamto, Senin (30/4), dari 17 korban meninggal itu, 14 berasal dari Kabupaten Banjar, 2 dari Tabalong, dan 1 dari Tanah Bumbu.
Selain itu, juga tercatat sekitar 2.000 warga Kalsel menderita malaria klinis. Namun, berdasarkan pemeriksaan darah terhadap 1.557 pasien, hanya 422 orang yang positif malaria.
Sepanjang tahun 2006, jumlah penderita malaria mencapai 8.000 jiwa, 10 diantaranya meninggal dunia. Di Kalsel, ada enam daerah yang merupakan daerah penyebaran penyakit malaria, yakni Kabupaten Kotabaru, Tanah Bumbu, Tanah Laut, Tabalong, Banjar, dan Hulu Sungai Tengah.
Sukamto menjelaskan, penyakit malaria umumnya menyerang warga yang tinggal dekat kawasan hutan. Hal itu sesuai dengan habitat nyamuk malaria. Banyaknya korban meninggal terjadi karena masyarakat sering terlambat membawa pasien ke rumah sakit akibat permukiman mereka terpencil. "Masyarakat juga masih menganggap demam malaria sebagai demam biasa," katanya.
DBD meluas di Magetan
Dari Magetan, Jawa Timur, dilaporkan, demam berdarah dengue (DBD) sudah menyerang 17 kecamatan di kabupaten itu. Selain faktor kurangnya pola hidup bersih, hal itu terjadi karena keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk masih minim.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan, daerah endemik DBD pada awal 2007 meningkat dua kali lipat daripada tahun sebelumnya.
"Kami memperkirakan jumlahnya masih akan bertambah lagi hingga akhir 2007. Melihat fakta ini, diperkirakan semua kecamatan di Magetan rawan demam berdarah," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan Eko Purbianto, Senin.
Ia mengatakan, pada tahun 2006 ada 42 desa yang menjadi daerah endemik DBD. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ujar Eko, terjadi peningkatan 100 persen karena pada 2005 hanya ada 20 desa saja.
Pada Januari 2007, di Magetan tercatat 24 kasus. Pada Februari hingga pertengahan April terjadi lonjakan cukup tajam, yaitu 106 kasus. Dengan demikian, hingga April, total ada 190 kasus. Dari jumlah itu, lima di antaranya meninggal. Diperkirakan, periode April-Mei akan menjadi puncak lonjakan kasus DBD di Magetan.
Eko menambahkan, DBD yang selalu mewabah saat musim hujan tak diimbangi perbaikan kualitas hidup masyarakat, khususnya dalam hal menjaga kebersihan lingkungan. Kesadaran masyarakat untuk membantu program pemerintah, yakni gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk, misalnya, masih sangat minim. Padahal, sosialisasi Pemberantasan Sarang Nyamuk sudah dilakukan intensif.
Eko juga mengingatkan bahwa pemberantasan sarang nyamuk tidak bisa hanya dilakukan dengan pengasapan.
Di Kota Madiun, dinas kesehatan setempat belum mencabut status kejadian luar biasa (KLB) sebab kasus dan penyebaran DBD masih terus bertambah.
Selama Januari-April ini, misalnya, jumlah penderita tercatat 190 orang di 27 kelurahan. Dari jumlah itu, tiga orang di antaranya meninggal. (ful/oni)