-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

27 May 2007

MoU Buruh Migran di Malaysia Dinilai Mengecewakan

Tempo Interaktif
27 Mei 2007

JAKARTA—Tindak lanjut MoU (nota kesepahaman) antara Indonesia dan Malaysia soal buruh migran dinilai mengecewakan. Khususnya terkait paspor tenaga kerja Indonesia (TKI) yang masih bisa ditahan oleh majikan.

Miftah, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia, kecewa atas sikap pemerintah yang masih mengizinkan Malaysia membolehkan majikan menahan paspor pekerja rumah tangga. Menurut dia, paspor adalah hak sebagai identitas yang tidak boleh dipegang oleh siapapun kecuali polisi dan imigrasi.

Miftah mengatakan, kasus trafficking (perdagangan manusia) terbesar karena ditahannya paspor oleh majikan atau agen. "Jadi paspor tidak bisa diganti oleh apapun. Paspor harus dipegang buruh migran sendiri," ujarnya saat dihubungi Tempo, Sabtu (26/5).

Menteri Tenaga Kerja Erman Soeparno pada Kamis (24/5) lalu bertemu dengan Menteri Hal Ikhwal Dalam Negeri Malaysia di Kuala Lumpur. Dalam pertemuan itu disepakati sejumlah upaya tindak lanjut nota kesepahaman bersama yang telah ditandatangani di Bali pada 2006. Dalam pertemuan itu pemerintah mengungkapkan keberatan atas sejumlah kebijakan Malaysia terhadap tenaga kerja asing asal Indonesia. ”Sejumlah kebijakan Malaysia soal TKI memang harus ditinjau ulang karena tidak manusiawi," kata Erman, Jumat (25/5) lalu.

Indonesia meminta Malaysia untuk menindak oknum-oknum polisi RELA yang tidak manusiawi dan menjarah hak milik TKI saat melaksanakan tugasnya. Polisi RELA adalah masyarakat sipil yang dilatih pemerintah Malaysia dengan pengetahuan dasar peraturan tenaga kerja asing dan diizinkan melakukan razia kepada tenaga kerja asing ilegal.

Indonesia juga mendesak pemerintah Malaysia mengubah kebijakan soal paspor TKI yang harus dipegang majikan. Selain itu, telah disepakati, majikan diwajibkan mengasuransikan jaminan kesehatan, kematian dan kecelakaan bagi pekerja rumah tangga. Pemerintah Indonesia juga mendesak agar fasilitas sekolah bagi 36 ribu anak TKI di Sabah segera direalisasikan. Menurut Erman, pemerintah Malaysia akan memerintahkan perusahaan perkebunan yang mempekerjakan TKI untuk membangun fasilitas pendidikan di kawasan perkebunan.

Perihal kenaikan upah, Erman mengatakan, sejak tahun lalu upah TKI yang bekerja di sektor rumah tangga telah dinaikkan dari 380 Ringgit Malaysia (RM) perbulan menjadi 500 RM. Namun pemberlakuan belum semuanya terealisasi. Pemerintah meminta Malaysia mensosialisasikan kenaikan upah tersebut.

Menurut Erman, pemerintah Malaysia menyanggupi saat razia berlangsung polisi rela didampingi petugas imigrasi dan kepolisian Malaysia agar tidak sewenang-wenang. Malaysia juga berjanji akan mengeluarkan kartu identitas yang sesuai dengan identitas yang tertera di paspor pada awal Juni. Kartu identitas itu tidak dapat dipalsukan dan dipakai sebagai identitas yang selalu dipegang TKI khususnya pekerja informal. "Sehingga bila terjadi razia TKI tidak akan ditangkap dan dideportasi," kata Erman.

Miftah menilai, kartu identitas (ID card) yang diterbitkan Malaysia akan sia-sia. karena ID card seringkali tidak diakui. Miftah mencontohkan, ID Card di Arab Saudi yaitu akhomah tidak diakui oleh polisi setempat.

Sedangkan Anis Hidayah Direktur Eksekutif Migrant Care mengatakan pihaknya juga tidak yakin kenaikan upah pekerja rumah tangga dari 380 RM menjadi 500 RM akan menyelesaikan persoalan. Menurut Anis, yang penting bukan jumlah angka melainkan mekanisme pembayarannya.

Menurut dia, di Malaysia masih banyak majikan yang ”ngemplang” tidak membayar upah pekerja migran. ”Kalau hanya menyinggung soal angka itu masih setengah-setengah. Perlu sanksi bagi majikan yang tidak membayar dan aturan mekanisme pembayaran," katanya. Keduanya juga mengingatkan agar kedua negara mengkaji ulang kebijakan deportasi.

Ninin Damayanti