30 Mei 2007
JAKARTA (Pos Kota) – Mata rantai jaringan sindikat perdagangan gadis desa di bawah umur untuk dijadikan budak seks di Malaysia berhasil dibongkar Mabes Polri. Dalam penyergapan di Jakarta, Bandung, Bekasi, dan Riau, petugas menciduk lima belas tersangka yang terlibat dalam jaringan bisnis haram ini.
Berhasilnya Mabes Polri membongkar sindikat penjualan wanita desa itu berkat informasi dari 10 cewek yang dipaksa jadi pelacur di Malaysia. Para korban yang dijadikan budak seks ini berhasil melarikan diri dari tempat penampungan mereka di Johor dan Kualalumpur kemudian minta perlindungan di KBRI.
Sedangkan 15 tersangka yang terlibat dalam jaringan tersebut adalah, BS, NR, DO, AR, DW, MS, SL, HR, ZB, AF, LS, dan JW. Kemudian ditangkap juga tersangka IR, HA, dan TJ. Tiga tersangka terakhir ini bertindak sebagai mencari gadis desa di Indramayu, Subang, Cianjur, Sukabumi, Cirebon, dan Bandung. Kawanan ini diringkus Minggu lalu.
“ Selama dipaksa jadi pelacur di Johor, saya tidak dibolehkan meninggalkan rumah penampungan. Jika ketahuan pergi tanpa pamit, saya digebuki, “ kata Ta, 18, asal Indrmayu, seperti ditirukan petugas.
DIJUAL RP 25 JUTA
Satu perempuan dijual kepada ‘Bapak Ayam’, istilah untuk mucikari di Malaysia dengan harga 4.800 RM (Ringgit Malaysia) atau sekitar Rp 24 juta. Untuk sekali kencan melayani lelaki hidung belang, gadis desa itu mendapat bayaran 150 RM atau sekitar Rp 750 ribu.
Padahal mereka hanya menerima 10 RM, sedangkan 140 RM dipotong untuk mucikari dengan dalih mereka masih menanggung utang. Besar utang bisa dilunasi bila sudah melayani 500 lelaki. Sebanyak 10 perempuan yang jadi korban itu sudah dipulangkan Kedubes Indonesia di Malaysia ke kampung masing-masing.
Sepak terjang mafia perdagangan perempuan dan anak di bawah umur ini dimulai dengan mencari calon korban sampai ke pelosok desa. Perempuan berumur antara 14 tahun hingga 20 tahun yang diincar untuk dijadikan pelacur dan bekerja di karaoke.
“Mereka dijanjikan akan dijadikan pelayan toko, pelayan rumah makan, ataupun pekerjaan lainnya,” jelas Wadir Kamtranas Bareskrim Polri, Kombes Pol Bachtiar Tambunan didampingi Kabid Penum Humas Polri Kombes Pol Bambang Kuncoko, Selasa (29/5).
Dengan iming-iming gaji yang tinggi, pengurusan paspor dijamin, apalagi tidak dibebani ongkos keberangkatan dan biaya di penampungan, tidak sedikit wanita pencari kerja yang tergiur.
Setelah calon korban berhasil dibujuk, oleh calo alias ‘sponsor’ mereka selanjutnya dibawa ke Jakarta, Bekasi dan Bandung kemudian diserahkan ke agen untuk ditampung sementara , sambil menunggu kepengurusan dokumen keberangkatan. Salah satu agen penggerak tenaga kerja berinisial KSP di Bekasi, ikut terlibat dalam perdagangan perempuan ini.
LEWAT BATAM
Selama di penampungan, biaya makan ditanggung oleh agen dengan status utang. Namun mereka harus mengganti seluruh biaya ini termasuk transport dan komisi setelah berada di Malaysia dengan cara penghasilan mereka dipotong.
Selanjutnya, setelah paspor ada di tangan, para perempuan ini dibawa ke penampungan di Batam, Kuala Tungkal, Tanjung Balai Karimun. Agen di tempat ini lalu mengontak UM dan DAH, ‘Bapak Ayam’ alias mucikari di Johor serta Kuala Lumpur yang akan membeli mereka.
Kasus trafficking ini terungkap sejumlah wanita Indonesia yang bekerja di tempat hiburan malam dan pelacuran kabur ke KBRI di Kuala Lumpur. Terakhir pada akhir Maret 2007 lalu 5, wanita Indonesia yang dijadikan budak seks dipulangkan oleh kedubes.
Pihak SLO kepolisian RI yang bertugas di Kedubes Indonesia bekerjasama dengan Mabes Polri lalu melakukan penyelidikan jaringan perdagangan perempuan ini, baik yang ada di Indonesia maupun Malaysia. Para tersangka dijerat pasal 378 dan 372 KUHP tentang penipuan, serta pasal 54 UU No 9/1999 tentang imigrasi.
(irda)