29 Mei 2007
JAKARTA (Pos Kota) – Ratusan Warga Kelurahan Meruya Selatan Kecamatan Kembangan Jakarta Barat dan Mahasiswa Universitas Mercu Buana, Senin (28/5), menyerbu Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat. Kehadiran mereka untuk menyaksikan sidang pertama perlawanan hukum terhadap PT Portanigra dan H Juhri bin Haji Geni.
Kedatangan warga ke kantor pengadilan itu sempat memacetkan lalulintas karena, rombongan menggunakan 3 bis besar sejumlah Metro Mini dan ratusan sepeda motor. Halaman parkir pengadilan tak mampu menampungnya, sehingga kendaraan mereka terpaksa diparkir di badan Jl. S.Parman.
Begitu tiba warga langsung menyanyikan lagu ‘Meruya Bangkit’ yang dikarang khusus warga dengan syairnya berisi melawan putusan Mahakamah Agung. ”Warga Meruya Selatan Bangkit, untuk melawan putusan MA. Dinyanyikan dengan penuh semangat dan sambil mengangkat sejumlah poster yang mereka bawa.
“Kami datang ke sini (pengadilan red) untuk melakukan perlawanan hukum, kami siap, kami akan pertahankan sampai titik darah terakhir, karena kami sebagai pemilik yang sah telah didholimi, tanah kami akan dirampas mafia dengan berkedok putusan MA,” teriak A.Rachman D melalui pengeras suara.
“Mafia tanah, mafia peradilan harus dibasmi sampai akar-akarnya. Portanigra harus dibasmi,”sambungnya. Sebagian pengusung sejumlah poster bergambar karikatur kerbau yang ditunggangi PT Portanigra, dan 2 orang yang memegangi erat. Kerbau yang diidentikkan dengan oknum Mahkamah Agung (MA) menginjak-injak warga Meruya Selatan.
“Meski dungu, tapi punya kekuasaan tertinggi coy!” Demikian antara lain kata-kata yang tertulis dalam poster-poster itu.
Sidang perlawanan warga dipimpin Hakim Hesmu Purwanto SH. Warga Meruya Selatan diwakili dua kuasa hukumnya Fransisca Romana dan Laurentius Toreh. Sedangkan PT Portanigra diwakili pengacara Yan Juanda SH.
Membludaknya warga Meruya Selatan, membuat Ruang Garuda, tempat sidang berlangsung terasa pengap. Empat air conditioner (AC) yang terpasang tidak cukup mampu mendinginkan ruangan. Suasana juga bertambah panas akibat massa menghadiri sidang dengan emosi tinggi. Namun sejumlah aparat kepolisian yang dikerahkan berhasil mengendalikan massa.
MEDIASI GAGAL
Molor satu jam dari yang dijadwalkan pukul 10:00, sesuai prosedur persindangan, Hakim Hesmu Purwanto berupaya melakukan mediasi bagi kedua pihak yang bertikai. Setelah 15 menit, dan kedua pihak berkeras tidak akan menempuh jalan damai, mediasi dianggap gagal.
“Kami tidak akan memberikan kesempatan untuk mediasi karena kami tidak ingin mafia tanah maupun mafia peradilan berkembang di negara ini,”tambahnya. Hakim Hesmu akhirnya mengetuk palu, dan mengatakan persidangan berikut akan digelar 4 Juni 2007. Warga menyambut dengan teriakan, “Huuuuuu.” Setelah itu, mereka membubarkan diri.
PN Jakarta Barat melanjutkan sidang perlawanan hukum antara Pemprov DKI Jakarta melawan PT Portanigra dan H Juhri Cs, di ruang yang sama. Berkas perkara perlawanan warga bernomor 168. Sedangkan berkas perkara perlawanan Pemprov DKI Jakarta bernomor 170.
Dalam sidang perlawanan Pemprov DKI, Hakim Tarid Palimari menempuh prosedur yang sama; meminta kedua pihak yang bersengketa melakukan mediasi. Sekali lagi, kedua pihak berkeras, sehingga sidang diteruskan pada 4 Juni 2007.
Hesmu mengatakan waktu mediasi sebetulnya 22 hari. Namun, katanya, PN Jakarta Barat akan mencoba memberikan waktu satu pekan. Jika ada titik terang, maka bukan tidak mungkin kedua pihak diberi waktu lagi untuk melakukan mediasi lanjutan. “Kita lihat saja perkembangannya,” ujar Hesmu.
Usai persidangan, Fransisca, kuasa hukum warga Meruya Selatan mengatakan, menghormati sistem hukum yang ada di pengadilan. “Memang harus mediasi, tapi kami yakin mediasi tidak akan tercapai. Kami adalah pemilik yang sah atas lahan-lahan yang telah kami diami,”tegasnya.
(herman/gembong)