05 Juni 2007
JAKARTA BARAT (SINDO) – Sidang perkara eksekusi lahan Meruya Selatan seluas 44 hektare kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, kemarin.
Dalam sidang tersebut, PT Portanigra yang diwakili oleh kuasa hukumnya,Yan Juanda Saputra didampingi oleh Rahyono Abikusno, menilai gugatan perlawanan hukum yang diajukan warga cacat hukum dan tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) untuk melakukan gugatan.
Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Hesmu Purwanto didampingi hakim anggota yakni Singgih BP dan Daniel DP berlangsung ricuh saat kuasa hukum PT Portanigra Yan Juanda Saputra dan Rahyono Abikusno membacakan eksepsinya. Kendati demikian, sidang tetap berlangsung lancar. Yan Juanda Saputra menilai, dari 685 warga yang mengajukan gugatan, sebanyak 277 warga tidak mempunyai bukti kepemilikan tanah berupa sertifikat hak milik.
Dalam Pasal 195 ayat 6 HIR disebutkan gugatan perlawanan hanya dapat diajukan berdasarkan hak kepemilikan sehingga bisa memenuhi kualitas atau legal standing.” Mereka tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan gugatan perlawanan. Dengan demikian, gugatan tersebut dikatakan kabur,”katanya. Dia mengatakan, dalam gugatan tersebut warga hanya melampirkan dokumen berupa hak guna bangunan (HGB), hak sewa, perjanjian sewa-beli, perjanjian jual-beli bangunan, sertifikat hak pakai,dan sebagainya.
”Karena tidak semua pelawan (warga) memenuhi legal standing,maka majelis hakim diharapkan mengabulkan eksepsi terlawan (PT Portanigra) dan tidak menerima gugatan pelawan,” ujarnya. Menanggapi hal itu, kuasa hukum Forum Masyarakat Meruya Selatan Francisca Romana mengatakan, terdapat kesalahan penafsiran hak milik atas tanah oleh kuasa hukum PT Portanigra Yan Juanda Saputra.
”Bukti kepemilikan tidak harus berupa sertifikat, juga bisa berupa hak guna bangunan atau yang lainnya,”ujarnya singkat. Menurut Francisca, pihaknya akan memberikan tanggapan dalam persidangan selanjutnya yang akan digelar pada 11 Juni mendatang terkait eksepsi yang dibacakan oleh Yan Juanda.
”Pada prinsipnya, warga adalah pemilik yang sah atas tanah,”ujarnya. Perlu diketahui, warga melakukan gugatan perlawanan hukum terhadap PT Portanigra menyusul putusan MA tertanggal 24 April 1997 No.364/- PDT/G/1996/PN.JKT.BAR jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tertanggal 29 Oktober 1997 No598/PDT/1997/- PT.DKI Jakarta dan jo Putusan MA tertanggal 26 Juni 2001 No2863/Pdt/1999 yang mengabulkan permohonan eksekusi lahan seluas 44 hektare di Meruya Selatan,Jakarta Barat. (sucipto)