14 Juni 2007
JAKARTA (Pos Kota) – Enam bulan belakangan kios gratis di sejumlah lokasi binaan ditinggalkan pedagang. Pedagang Kaki-5 lebih memilih kembali jualan di pinggir jalan, seperti Jl. Buntu Raya dan pertigaan Jl. Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Erni, warga Tanjung Barat, mengatakan Pemkot Jaksel kurang tegas dalam menertibkan dan menata pedagang. “Jualan di trotoar dan pinggir jalan didiamkan saja. Kita pejalan kaki jadi dibikin susah,” ujarnya, Rabu (13/6).
Pemantauan di lapangan kawasan Pasar Minggu belakangan memang makin parah. Khususnya di badan Jl. Buntu Raya dan Jl. Raya Ragunan mulai dari depan kantor Kel. Pasar Minggu hingga ke pertigaan lampu merah depan pertokoan. Hampir seluruh lapak dan gerobak pedagang menguasai badan jalan sehingga setiap hari terjadi kemacetan dan penumpukan kendaraan.
Kemacetan terparah, tambah Ny. Hendra, warga Pasar Minggu, terjadi di jalan masuk menuju Terminal Bis Pasar Minggu.
UANG JAGO
Sejumlah pedagang sayuran dan pakaian di badan Jl. Buntu Raya, mengatakan buka usaha di sini dipungut uang keamanan dan kebersihan. Pungutan dilakukan oknum tiga kali sehari.
“Uang jago tak hanya dipungut dari pedagang siang dan sore saja, tapi pedagang malam juga sama. Besarnya mulai Rp 1500 hingga Rp 3000,” kata Ny. Tarsih, pedagang.
Menanggapi kesemrawutan dan kumuhnya kawasan Pasar Minggu, PLH Sudin Tramtib Jaksel Jurnalis didampingi Kasie Tramtib Nanto dan Camat Pasar Minggu A. Sotar H, mengatakan setiap hari petugas tramtib mengawasi daerah tersebut. Namun, memang agak sulit melakukan penertiban karena mereka sering kucing-kucingan.
Masalah uang jago maupun upeti, kata dia, pihaknya tak tahu menahu. Yang jelas, tak ada anggota kelurahan dan kecamatan melakukan hal itu. “Kalau ada dan ketahuan, tentu akan diambil tindakan tegas”.
(anton)
