-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

27 June 2007

KPK Tahan Mantan Duta Besar untuk Malaysia

TEMPO Interaktif
Rabu, 27 Juni 2007

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi menahan mantan Duta Besar Indonesia di Malaysia Hadi A. Wayarabi dan mantan Kepala Bidang Imigrasi Kedutaan Besar Suparba Wamiarsa. Keduanya diduga terlibat dugaan korupsi pungutan liar pengurusan dokumen keimigrasian di Kedutaan Besar Indonesia untuk Malaysia.

"Mereka ditahan untuk kepentingan penyidikan karena khawatir melarikan diri," kata Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, di kantor KPK, Jakarta, Rabu (27/6). Keduanya kini mendekam dalam rumah tahanan Mabes Polri.

Menurut Tumpak, keduanya terlibat dalam penerbitan dua surat keputusan yang mengatur soal pungutan pengurusan dokumen keimigrasian pada 2000 hingga 2003. Surat Keputusan dengan Nomor 021/SK-DB/0799 tanggal 20 Juli 1999 dibuat dengan dua tarif yang berbeda. "Yang bertarif besar sebagai dasar pemungutan, dan yang kecil untuk menyetor ke negara," katanya.

Jumlah kerugian negara, kata Tumpak, mencapai Rp 26,59 miliar, yang dihitung dari selisih harga yang ditetapkan oleh kedua surat keputusan tersebut. Selain itu, KPK menemukan selisih kurs dari jumlah yang disetorkan sebesar Rp 922 juta. Sehingga total kerugian negara mencapai Rp 27,5 miliar. Dalam kasus ini, KPK sudah menyita uang Rp 1 miliar dan satu unit mobil Honda Jazz dari Suparba.

Hadi Wayarabi mengaku tidak keberatan dengan penahanan ini. "Karena ini bagian dari proses hukum yang berlaku dan saya menghormati proses hukum tersebut," ujarnya. Hadi mengaku diperlakukan dengan baik selama menjalani pemeriksaan di KPK sejak 2006 lalu.

Hadi sendiri mengakui telah menerima uang sebesar RM 19 ribu dari Suparba dan RM 1000 dari Arken Tarigan (total sekitar Rp 60 juta). Uang itu diberikan dalam enam kesempatan selama periode dia menjabat. "Saya cuma dikasih tahu uang ini adalah uang representasi atau uang lobi," katanya. Uang itu, kata Hadi, digunakan untuk berbagai kepentingan tugas, seperti mengunjungi TKI, membiayai ongkos pulang TKI dan pelajar Indonesia, dan lainnya.

Hadi mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam surat keputusan yang dipermasalahkan KPK. Diantaranya adalah surat yang digunakan adalah berkepala Kedutaan Besar Indonesia, padahal seharusnya untuk SK adalah berkepala Duta Besar, cap Kedutaan Besar yang seharusnya cap Duta Besar, dan tidak adanya paraf oleh pembuat surat dalam tiap halamannya.

Menurut Hadi, surat ganda itu sudah ada ketika ia menerima jabatan dari Wakil Kepala Perwakilan Warmas Saputra. "Saya tidak tahu ada surat itu. Tidak ada laporan mengenai surat tersebut, baik ketika serah terima jabatan, maupun oleh bawahan saya," ujarnya.

Hadi mengatakan, dirinya telah dikelabui oleh orang-orang di sekitarnya. Hadi mendesak KPK untuk mengusut keterlibatan mantan Duta Besar Muhammad Jacob Dasto, yang bertugas sebelum Hadi, dan mantan Duta Besar Rusdihardjo, yang bertugas setelah Hadi. "Jangan hanya saya saja (yang bertanggung jawab)," ujarnya. Tito Sianipar