-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

07 June 2007

Warga Meruya Kecewa

Pos Kota
7 Juni 2007

JAKARTA (Pos Kota) – Warga kelurahan Meruya Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk kecewa sikap Komisi II DPR yang tetap mengupayakan penyelesaian sengketa tanah seluas 78 Ha melalui jalan mediasi (damai). Sekalipun warga maupun Walikota Haji Fadjar Panjaitan sudah menjelaskan pemda maupun warga tengah melakukan perlawanan hukum terhadap PT Portanigra di PN Jakarta Barat.


Usulan mediasi dikemukakan Priyo Budi Santoso, wakil ketua Komisi II DPR RI, Rabu (6/6) sebelum menutup acara dengar pendapat yang menghadirkan warga Meruya Selatan, Walikota Jakarta Barat Haji Fadjar Panjaitan, pihak H Juhri bin Haji Geni yang diwakili kuasa hukumnya Petrus Ballapatiyona SH MM, kepala BPN DKI Jakarta Managam Manurung, dan kepala BPN Jakarta Barat Ir Roli Iriawan.

Sebelum menutup persidangan, Priyo meminta Walikota, perwakilan warga, dan PT Portanigra, membicarakan mediasi. Namun, Walikota bergegas meninggalkan ruang sidang setelah palu diketuk. Kaharuddin Dompu, ketua Forum Masyarakat Kelurahan Meruya Selatan (FMKMS), wakil ketua Drs Sukayat, dan sekretaris Johanes Sandjaja, masih bertahan di ruang sidang.

Pertemuan untuk mediasi akhirnya hanya terjadi antara warga, yang diwakili FMKMS, dengan PT Portanigra. Dalam pertemuan selama 15 menit itu, Kaharuddin Dompu mengatakan mediasi hanya bisa terjadi jika PT Portanigra tidak menjadikan putusan MA sebagai dasar klaimnya. Namun PT Portanigra tetap pada posisinya; menghendaki eksekusi atas 15 hektar lahan kosong, dan bernegosiasi dengan warga yang memiliki alas hak atau sertifikat.

H YAHYA HADIR
Dengar pendapat kali ini berlangsung menarik. Selain dihadiri semua pihak yang bertikai, kali pertama sejak kasus merebak H Yahya bin Haji Geni – salah satu tokoh kunci dalam persoalan ini – hadir di ruang sidang. Mengenakan kemeja batik dan berkopiah, H Yahya duduk tepat di belakang jajaran direksi dan kuasa hukum PT Portanigra.

Banyak pertanyaan dilayangkan ke H Yahya, namun tokoh yang semula sulit ditemui ini hanya menjawab singkat. Misal, ketika ditanya soal posisinya dalam transaksi tanah. Juga tentang sepak terjang H Juhri, kakaknya sendiri, dalam transaksi tanah.

Ketika proses pembebasan tanah berlangsung, H Yahya mengaku sebagai sekretaris Kelurahan Meruya Udik, atau Meruya Selatan sekarang ini. Namun dalam keterangan lainnya ia mengaku sebagai juru tulis kelurahan Meruya Selatan.

Anehnya, sebagai sekretaris atau juru tulis kelurahan Meruya Selatan ia tidak mengetahui semuat transaksi tanah-tanah di wilayah kerjanya. Menjelang akhir persidangan, semua terungkap jika H Yahya telah berbohong.

Walikota Haji Fadjar Panjaitan yang menegaskan betapa semua yang dibicarakan H Yahya tidak benar. ‘’Apakah H Yahya pada tahun 1974 bertugas sebagai juru tulis kelurahan Meruya Selatan,’’ tanya walikota. ‘’Benar,’’ jawab H Yahya mantap.

‘’Tapi dalam catatan Pemkodya Jakarta Barat, H Yahya pada tahun itu menjadi juru tulis di Kelurahan Joglo,’’ kata walikota, yang disambut gemuruh masyarakat yang memadati ruang sidang Komisi II.

”Kami lebih baik berperang daripada menerima tawaran komisi II DPR berarti memelihara mafia tanah,” ucap Budiman, satu warga yang hadir.
(herman)