Selasa, 03 Juli 2007
Mataram: Tingginya angka kematian ibu (AKI) melahirkan di Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga 97 orang per 100.000 kelahiran tertutama disebabkan perdarahan dan infeksi.
Berdasarkan penelitian, 87,7 persen ibu yang pertama kali melahirkan melakukannya di rumah. Padahal, 95,7 persen tidak memenuhi persyaratan dan 84,7 persen dibantu oleh dukun.
Menurut Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi (POGI) Mataram, SDA Soesbandoro, pertolongan dukun yang 32 persen tidak terlatih memiliki risiko tinggi. "Perdarahan dan komplikasi yang tinggi mencapai 70 persen dari kematian ibu melahirkan," ujarnya sebelum Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) POGI XVI di Mataram, 5-11 Juli, yang bertema peran obstetri dan ginekologi dalam penurunan angka kematian ibu.
Sementara ibu yang mengalami masalah tersebut hanya 2,6 persen yang dirujuk ke rumah sakit. Semestinya, normalnya berdasarkan standar World Health Organization (WHO) adalah 20 persen.
Selain itu, penyebab tingginya angka kematian ibu di luar penyebab medis adalah kemampuan membayar ibu melahirkan rendah sekali atau 81 persen kurang dari Rp 10 ribu dan kendala transportasi 42 persen.
Pada tahun 1986, angka kematian ibu di NTB mencapai 780 ibu meninggal dari 100.000 kelahiran hidup, sementara angka nasional 450 per 100.000 kelahiran hidup. Kondisi ini sama seperti di Afrika sebagai negara terbelakang.
Soesbandoro mengatakan POGI juga akan melakukan penandatanganan kesepakatan bersama dengan pihak Singapura untuk pelatihan dan penggunaan endoskopi. Peralatan ini guna menghindarkan operasi bedah perut yang selama ini dilakukan, misalnya untuk mengangkat tumor. "Lebih sederhana menggunakan endoskopi dan singkat waktu perawatannya di rumah sakit," ujar Soesbandoro.
Supriyantho Khafid