09 Juli 2007
JAKARTA(SINDO) – KPK kembali membidik dugaan korupsi di Depnakertrans. Kali ini,penyelidikan diarahkan pada kasus pengadaan pusdiklat atau BLK.
Sebelumnya, penyidik KPK telah menyidik satu kasus dugaan korupsi di Depnakertrans, terkait proyek kegiatan investigasi tenaga kerja asing dan WNA pendatang di 46 kabupaten/kota senilai Rp9,217 miliar di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan. Bahkan, dari kasus ini, penyidik KPK sudah menetapkan dua tersangka.Mereka adalah mantan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Depnakertrans Marudin SM Simanihuruk serta Kasubdit Bina Tata Laksana dan Informasi Pengawasan Ketenagakerjaan pada Ditjen PPK Depnakertrans Suseno Tjipto Mantoro.
Kali ini, penyidikan KPK diarahkan pada kasus dugaan korupsi yang lain.Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan,saat ini penyidik KPK masih terus mengembangkan penyelidikan. ”Kita masih mengembangkan penyelidikan dengan meminta keterangan sejumlah pejabat Depnakertrans.Pemeriksaan ini guna mengumpulkan alat bukti mengenai kasus tersebut,”tegas Johan di Jakarta,kemarin. Senada diungkapkan Direktur Penyidikan KPK Ade Rahardja. Menurut dia, kasus dugaan korupsi pengadaan BLK di Depnakertrans masih dalam tahap penyelidikan.”Kasusnya masih belum sampai ke saya,masih di Pak Iswan (Dir. Penyelidikan KPK), jadi kita tunggu dulu hasil pengembangan penyelidikan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Depnakertrans Andi Syahrul ketika dikonfirmasi mengenai masalah ini mengaku belum mengetahui secara jelas kasus yang sedang diselidiki KPK tersebut.Namun,menurut dia, Inspektorat Jenderal Depnakertrans juga pernah melakukan penyelidikan adanya dugaan penyimpangan pembangunan Pusdiklat Depnakertrans. ”Kemungkinan, kasusnya kini sedang ditindaklanjuti KPK,”ujarnya.Andi juga menegaskan, Biro Hukum Depnakertrans tidak melakukan pendampingan terhadap para pegawai yang menjadi saksi maupun tersangka yang terkait dalam masalah pidana. ”Kita hanya melakukan pendampingan jika ada gugatan terhadap Depnakertrans, jadi lebih pada kasus perdata,” tandasnya.
Dihubungi terpisah, Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husudo mengatakan, pola yang diterapkan KPK dalam melakukan pengusutan perlu ditiru. KPK, ujar dia, mengusut secara menyeluruh sehingga tidak hanya satu kasus korupsi yang ditangani dalam satu instansi maupun daerah.”Dengan cara seperti ini, penanganan kasus korupsi di beberapa lembaga negara maupun daerah akan menjadi lebih baik lagi,”ujarnya. Diketahui, penyelidikan KPK atas dugaan korupsi di lingkungan Depnakertrans diawali dari data audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dari audit tersebut, banyak ditemukan penyimpangan anggaran, di antaranya belum dimanfaatkannya bahan sosialisasi dan promosi badan pelatihan dan produktivitas serta pengembangan diklat fungsional yang besarnya mencapai Rp560.680.095. BPK juga menemukan beberapa pengeluaran yang tidak perlu dan kelebihan pembayaran dalam diklat serta pengeluaran Dana Pengembangan dan Peningkatan Keahlian dan Keterampilan Tenaga Kerja Indonesia (DPPK–TKI) yang tidak sesuai dengan Keppres No 42/2002. (sm said)