Minggu, 22 Juli 2007
cerita kriminal
Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli besok masih menorehkan keprihatinan mendalam bagi bangsa. Walaupun Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perlindungan Anak telah disahkan April lalu, di lapangan masih banyak anak-anak menjadi korban kekerasan, baik fisik maupun psikis.
Lebih memprihatinkan lagi, masih banyak anak-anak yang sengaja dijual orangtuanya, baik untuk dijadikan pekerja seks komersial (PSK) maupun untuk sekadar mendapatkan uang dan lepas dari tanggung jawab.
Di kafe, karaoke, atau tempat pijat di pusat-pusat prostitusi di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, ditengarai masih menyediakan PSK yang berusia kurang dari 18 tahun. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang mencoba mencari tahu mengenai informasi itu menemukan masih ada kafe yang menyediakan PSK di bawah umur.
"Sebagian besar dari mereka dijual sendiri oleh orangtuanya. Mereka dijual dengan harga Rp 5 juta yang diperhitungkan sebagai utang," kata Giwo Rubianto, Ketua KPAI di Batam, Jumat (20/7).
PSK itu sebagian besar berasal dari Indramayu, Subang, Majalengka, Serang, dan juga dari Jakarta. Mereka datang ke Batam karena ada tawaran bekerja di Batam dengan gaji yang besar. "Mereka diiming-imingi kerja di pabrik, di kafe, jadi pengasuh bayi, dan sebagainya. Tidak tahunya, setelah di Batam, mereka dijadikan PSK," kata Giwo.
Mereka datang ke Batam kebanyakan dengan menggunakan pesawat terbang dari Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang. Dengan diantar oleh agen yang merekrut di daerah, mereka mudah meninggalkan bandara.
Dari penelusuran di lapangan dan wawancara dengan PSK dan papi (mucikari), memang tidak ada yang mengaku umur mereka di bawah 18 tahun. Namun, dari penampilan dan postur tubuh, terlihat sekali mereka masih anak-anak.
"Kami sulit membuktikan usia mereka karena mereka mempunyai kartu tanda penduduk (KTP) yang usianya di atas 17 tahun. Namun, dari pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter, mereka masih anak-anak," kata Giwo.
Selain itu, mereka bisa mengaku berumur di atas 17 karena mudah membuat KTP Batam. "Biayanya cuma Rp 200.000 untuk mendapatkan KTP Batam dengan data yang dipalsukan," kata Irwan Setiawan, Ketua Yayasan Setara Kita, institusi perlindungan anak di Batam.
Irwan memperkirakan, jumlah PSK anak di Batam mencapai 50 persen dari jumlah keseluruhan PSK yang ada. "Kira-kira jumlah total PSK di sini ada 3.000 orang. Setengahnya adalah anak-anak. Selama setahun ini saja sudah 300 anak korban perdagangan dipulangkan ke daerah asal," ujar Irwan yang beberapa kali institusinya menolong pemulangan PSK anak ke daerah asal.
Irwan sendiri menangani anak korban perdagangan dari operasi polisi di luar daerah. Orangtua korban yang mendengar anaknya menjadi PSK di Batam melapor ke polisi dan minta anaknya dibawa pulang.
Saat ini Irwan menengarai adanya perdagangan bayi dari PSK yang telanjur hamil. "Saya memang belum memegang bukti," ujar Irwan.
Baik Giwo maupun Irwan mengatakan, perdagangan anak bisa diatasi dengan penerapan peraturan secara tegas.
"Harus ada komitmen yang kuat dari semua pihak terkait. Komitmen ini juga harus diikuti dengan sanksi yang tegas dan berat. Jika tidak, anak akan terus menjadi korban. Padahal, walau tubuh mereka kecil, mereka tetap memiliki hak asasi yang sama dengan manusia dewasa," ucap Giwo. (M CLARA WRESTI)