-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

09 July 2007

Sekitar 80 Persen Anak Nelayan Palu Cuma Lulus SD

Kompas
Senin, 09 Juli 2007

PENDIDIKAN

Palu - Sekitar 80 persen dari 2.000 anak usia sekolah di kalangan nelayan sekitar Teluk Palu, Sulawesi Tengah, hanya bisa mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar. Orangtua mereka tak mampu menyekolahkan ke jenjang lebih tinggi karena tidak memiliki biaya.

Setamat sekolah dasar (SD), anak-anak nelayan tersebut sudah mengikuti orangtua mereka ke laut untuk mencari ikan. Di sisi lain, pendapatan nelayan Teluk Palu terus menurun.

Demikian hasil kajian Serikat Nelayan Teluk Palu (SNTP) dan Yayasan Pendidikan Rakyat yang dipaparkan di Palu, Minggu (8/7). Ketua Serikat Nelayan Teluk Palu Ahli Ali menegaskan, kalaupun anak-anak nelayan pernah mengenyam pendidikan, biasanya hanya sampai SD.

Ali mengatakan, sangat sulit bagi nelayan Teluk Palu untuk membiayai anak mereka ke SMP dan SMA. Penghasilan nelayan Teluk Palu semakin lama semakin kecil. "Lima tahun lalu masih bisa dapat Rp 750.000 per bulan. Saat ini hanya Rp 300.000- Rp 400.000 per bulan," katanya.

Studi yang dilakukan SNTP dan Yayasan Pendidikan Rakyat—sebuah LSM di Palu—tahun 2005 menunjukkan, setamat SD, anak-anak nelayan itu sudah ikut orangtua mereka melaut. Selain itu, ada juga anak nelayan yang bekerja sebagai kuli pikul di pasar-pasar atau jadi pengamen.

Dikhawatirkan, di masa depan, kehidupan anak-anak nelayan Teluk Palu akan lebih memprihatinkan dibandingkan dengan kehidupan orangtua mereka. Salah satu alasan adalah populasi ikan di Teluk Palu terus menurun akibat dari polusi dan kerusakan lingkungan.

Kepala Subdinas Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan dan Pengajaran Sulteng Irwan Lahace mengakui, masih cukup banyak warga yang kesulitan mengakses pendidikan karena berbagai faktor, terutama ekonomi dan geografis.

Sebanyak 99.335 dari 1,7 juta penduduk Sulteng yang berusia di atas 10 tahun ke atas buta aksara. "Untuk mencapai fasilitas pendidikan, seperti sekolah, mereka harus berjalan berjam-jam melewati pegunungan dan lembah.

Di sisi lain, rata-rata perekonomian penduduk di pedalaman masih memprihatinkan. Anak- anak mereka sudah harus bekerja di sawah atau kebun sejak usia dini.

Irwan pun tak menampik bahwa warga Sulteng yang buta aksara tidak hanya yang tinggal di pedalaman. Warga yang tinggal di sekitar ibu kota kabupaten, bahkan di sekitar Kota Palu, masih banyak yang belum mengenyam pendidikan yang layak. (REI)