12 Juli 2007
JAKARTA (Pos Kota) – Kepemilikan tanah di Jakarta banyak yang tumpang tindih. Status kepemilikan tanah ganda, bisa terjadi pada tanah girik maupun sertifikat. Imbasnya perseteruan perebutan tanah belakangan ini mencuat. Contoh kasus di Meruya Selatan dan Rawajati. Boleh jadi masih banyak kasus lain yang belum terungkap.
Penyebab sertifikat ganda antara lain masih berbelitnya pengurusan sertifikat baik di tingkat wilayah kota maupun propinsi. Berbelitnya pelayanan ini, dimanfaatkan kawanan calo dengan bekerjasama oknum aparat instansi terkait.
Seorang warga di Jakarta Selatan mengaku pernah mengurus sertifikat tanah seluas 1.000 M2 di BPN setempat, tetapi oleh oknum aparat terkait dimintai uang senilai Rp 150 juta. “Saya sungguh terkejut, apakah ini benar permintaan uang segede itu sudah sesuai dengan aturan?” katanya melalui SMS Nomor HP 081310XXXX yang dikirim ke Redaksi Pos Kota.
Kasus seperti ini bukan satu-satunya menyangkut carut-marutnya pelayanan pengurusan sertifikat. Contoh kasus di Jakarta Barat, satu warga mengeluh lantaran dikenakan biaya ukur sebesar Rp 900 ribu, padahal bila merujuk dengan aturan seharusnya cuma Rp 225 ribu.
Sudah bayar mahal, surat hasil ukur malah sudah tujuh bulan belum selesai. “Bagaimana soal sertifikat tidak carut-marut begini, pelayanannya masih berbelit. Sudah begitu banyak uang silumannya,” keluh warga pemegang HP Nomor 0816169XXXX melalui SMS ke Redaksi Pos Kota.
BIAYA RESMI
Biaya administrasi pengurusan sertifikat memang ada, tetapi nilainya tidak jor-joran seperti yang sekarang terjadi. Biaya pengurusan sertifikat misalnya untuk pembelian formulir seharga Rp 10 ribu, pengukuran lahan tanah di bawah 100 M2 biayanya nol rupiah, tetapi untuk tanah di atas 100 M2 biaya mencapai Rp 600 ribu. Angka sebesar itu belum termasuk biaya petugas ukur yang nilainya bervariasi mulai dari Rp 200 ribu sampai dengan Rp 500 ribu.
Biaya yang dikeluarkan pemohon bisa semakin membengkak bila mengurus sertifikat melalui calo. Semua tahu kawanan calo sertifikat sampai sejauh ini masih banyak gentayangan, termasuk di BPN Jakarta Selatan.
Modus operasi kawanan calon bekerjasama dengan oknum aparat instansi terkait, karena mereka pada dasarnya saling kenal. “Jangan harap kita bisa mudah mengurus sertifikat kalau tidak menggunakan pihak ketiga atau calo,” kata Ny. Tini, warga Jagakarsa.
Warga yang satu ini, mengaku sudah tiga bulan mengurus sertifikat tanahnya tetapi belum selesai dan masih diproses di BPN Jakarta Selatan. Biaya yang dikeluarkan untuk mengurus tanah seluas 300 M2 sedikitnya Rp 5 juta
MELALUI CALO
Soal adanya pungutan liar (pungli) atau biaya siluman langsung dibantah pejabat terkait. M. Ichsan, Kepala BPN Jakarta Selatan, dengan tegas menjelaskan pembuatan sertifikat sudah ada dalam aturan yang dikleuarkan BPN.
“Tidak betul jika harus mengeluarkan biaya hingga jutaan rupiah bila mengurus sertifikat tanah,” kata Ichsan. “Uruslah sertifikat jangan melalui calo, sehingga biayanya sesuai dengan aturan.
Pengakuannya, pihak BPN Jakarta Selatan sudah lima tahun belakangan membuka loket pelayanan terpadu di lantai dasar kantor walikota setempat. Semua proses pembuatan dan besarnya biaya pembuatan sertifikat terpampang jelas. Selain itu, petugas loket juga rajin memberikan informasi berkaitan dengan biaya yang harus dikeluarkan pemohon saat mengurus sertifikat.
Seputar maraknya calo dan berbelitnya pelayanan pengurusan sertifikat dibantah juga Rolly Irawan, Kepala BPN Jakarta Barat. Saat ini pihaknya sudah mencegah hal itu dengan mendisplinan aparatnya.
Sementara itu, Yuswanto, Kepala BPN Jakpus, mengakui masalah tanah sering menjadi perkara di pengadilan, termasuk perkara sertifikat ganda.
Pihak BPN terus berusaha untuk mengeliminir terjadinya masalah sengketa tanah termasuk adanya sertifikat ganda.
Teddy Rukfiadi, Kepala BPN Jakarta Timur, mengakui adanya sertifikat ganda lantaran ada oknum BPN nakal. “Bila ini terjadi, sertifikat yang kedua muncul harus dibatalkan karena merupakan cacat administrasi.
OKNUM BPN
Persoalan dokumen ganda lantaran masih berbelitnya pelayanan pengurusan sertifikat. Untuk tanah girik pada satu bidang tanah dan kepemilikannya diakui lebih dari satu orang lantaran adanya oknum lurah yang bermain. Caranya sang oknum menyembunyikan atau mencuri riwayat tanah yang keabsahannya juga sulit dibuktikan. Kalangan praktisi hukum sangat menyayangkan banyaknya kasus tumpang tindih sertifikat. H. Djunaidi, advokat, menegaskan banyaknya sertifikat ganda bermuara pada kerja BPN itu sendiri. “Hanya saja BPN sering tidak mau mengakui kesalahannya, “ katanya.
Sejauh ini di kalangan DPRD DKI, kantor BPN adalah salah satu di antara instansi yang tergolong tertutup. “Seharusnya bila ada persoalan sertifikat pejabatnya jangan menghindar dong?” tegas Ade Surapriatna, Ketua DPRD DKI.
(tim)