07 Agustus 2007
Jakarta:Pemerintah Arab Saudi akan menunda pengeluaran visa untuk 50.000 calon PRT migran Indonesia yang akan bekerja di Arab Saudi. Penundaan visa ini terkait dengan ditetapkannya kenaikan upah sektor informal dari 600 Saudi Real (SR) menjadi 800 SR.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah mengungkapkan hal itu dalam siaran pers di sela paparan publik pencapaian 100 hari BNP2TKI di Balai Kartini Jakarta, Selasa.
Menurut Anis, Asosiasi Agen Perekrut Tenaga Kerja Arab Saudi, telah menyerukan kepada Pemerintah Arab Saudi untuk menolak mengeluarkan visa kepada PRT migran asal Indonesia. “Alasannya karena pemerintah Indonesia telah sepihak menetapkan upah minimum 800 riyal per bulan.”
Ia menilai tidak ada yang salah dengan kebijakan penentuan upah minimum bagi buruh migran Indonesia. Tetapi, kebijakan itu seharusnya bukan sepihak melainkan bagian dari diplomasi perlindungan buruh migran Indonesia. “Respon negatif dari Saudi Arabia yang menolak kebijakan sepihak penetapan upah minimum itu seharusnya jadi pelajaran,” katanya.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan (BNP2) TKI Jumhur Hidayat mengatakan bagi TKI yang sudah menandatangani kontrak dengan upah 600 SR dipersilahkan berangkat. “Silahkan berangkat dengan data segitu karena perjanjian sudah ditandatangani silahkan berangkat. Tapi selanjutnya harus 800 riyal,” katanya.
Menurutnya, Arab Saudi sedang mengkaji syarat bagi majikan yang boleh menerima TKI. Antara lain dengan menaikkan standar gaji minimum majikan dan tingkat pendidikan. “Sekarang 7 ribu riyal syarat pendapatan majikan. Kita ajukan minimal pendapatan majikan 10 ribu riyal ke atas yang bisa menerima TKI atau TKW. Termasuk syarat-syarat pendidikan juga,” katanya. Ninin Damayanti