Minggu, 02/09/2007 19:18 WIB
NGAWI - Kasus kekerasan yang dialami oleh para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) maupun Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kabupaten Ngawi cukup tinggi. Berdasarkan data yang dilansir oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sari Solo, organisasi yang concern terhadap permasalahan buruh migran, menyebutkan, dari Januari hingga Agustus 2007 tercatat kasus kekerasan TKI/TKW asal Ngawi mencapai 1.752 kasus.
Jumlah kasus kekerasan itu meliputi kekerasan fisik, kehilangan kontak atau tidak teridentifikasi saat berada di luar negeri, gaji tidak dibayar, menjadi korban penipuan, hingga kasus bunuh diri dan kematian.
Sedangkan,jumlah TKI/TKW asal Ngawi yang saat ini bekerja sebagai pembantu rumah tangga,buruh bangunan, sopir, dan tenaga kasar lainnya diluar negeri mencapai 7.657 orang. Mereka berasal dari berbagai kecamatan seperti kecamatan Sine, Pitu, Kedunggalar, dan Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi.
Menurut Koordinator LSM Sari Solo, Ngawi,kasus kekerasan yang dialami oleh para TKI/TKW yang bekerja di luar negeri cukup memprihatinkan."Ini baru kasus kekerasan yang terpantau. Saya kira masih banyak kasus kekerasan yang dialami oleh para TKI/TKW yang belum terpantau," ujarnya, Minggu (2/9/2007).
Kasus kekerasan yang dialami oleh para TKI/TKW ini terjadi sejak pemberangkatan, selama bekerja di luar negeri, hingga pulang ke kampung halamannya. "Sejak para TKI/TKW ini hendak berangkat ke luar negeri mereka sudah rentan mendapat perlakuan kekerasan. Baik dari PJTKI yang memberangkatkan mereka, perlakuan dari aparat, hingga bentuk kekerasan lainnya," ujarnya.
Menurut Mulyadi, TKI/TKW yang paling rentan mendapat kekerasan adalah TKI/TKW yang berangkat ke luar negeri secara ilegal.Selain mereka tidak mendapatkan perlindungan dari negara, mereka juga sering diperlakukan secara tidak manusiawi oleh penyalurnya dan juga majikannya di tempat kerja."Posisi para TKI/TKW ilegal ini sangat lemah sehingga mereka sering mendapat kekerasan baik fisik maupun psikis,"urainya.
Para TKI/TKW asal Ngawi saat ini banyak bekerja di Arab Saudi dan Malaysia. Sebagian dari mereka berangkat secara legal namun yang berangkat secara ilegal ditengarai jumlahnya juga cukup banyak. "Jadi, terjadinya kasus kekerasan yang dialami oleh para TKI/TKW ini bukan hanya karena lemahnya perlindungan yang diberikan oleh PJTKI namun juga lemahnya perlindungan yang diberikan oleh pemerintah sejak dari berangkat hingga saat bekerja di luar negeri,"terang Mulyadi.
Terakhir kasus yang dialami TKI/TKW adalah kasus yang menimpa Siti Munawaroh, 21, asal Desa Randusongo, Kecamatan Gerih, Kab Ngawi. Ia dikabarkan meninggal dunia di Arab Saudi, tempatnya bekerja, karena sakit.
Namun, pihak keluarga korban meragukan keterangan itu karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan sama sekali dari pihak PJTKI maupun dari pemerintah Arab Saudi. Selain itu TKW diketahui bernama Sumarni, 23, TKW asal Desa Jagir, Kec Sine, Kab Ngawi, ditemukan tewas gantung diri saat bekerja di Malaysia. Ia diduga mengalami stres sehingga nekat gantung diri.(muhammad roqib/SINDO/ahm)