Senin, 03/09/2007
TULUNGAGUNG(SINDO) – Jenazah Sundari, 32, tenaga kerja wanita (TKW) di Arab Saudi asal Dusun Mayangan,Desa Srikaton,Kec Ngantru,Kab Tulungagung, diduga menjadi permainan para makelar kasus di dalam dan luar negeri.
Indikasinya, ada tawar-menawar uang pelicin agar jasad janda satu anak itu bisa segera pulang ke Tanah Air. Negosiasi datang, mulai dari Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) Bumen Jaya Jakarta, yakni PJTKI yang memberangkatkan almarhumah Sundari,oknum polisi,dan Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Jeddah, Arab Saudi. Nominalnya bervariasi. Mulai Rp75 juta hingga Rp150 juta. Padahal, berdasarkan ketentuan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) ganti rugi atau uang damai untuk TKI yang meninggal dunia karena disiksa minimal Rp400 juta. ”Tawaran itu lewat telepon.
Ada yang mengaku bernama Pak Edi dari Konjen RI di Jeddah. Ada yang mengaku bernama Ali, polisi dari Jeddah. Mereka menggunakan bahasa Indonesia. Kalau pihak PJTKI mengatakan penawaran Rp75 juta sebagai bentuk damai. Bila keluarga tidak mau justru tidak akan mendapatkan ganti rugi apa pun ketika kasusnya secara hukum selesai,” ujar Zaenal kepada SINDO, kemarin. Zaenal adalah salah satu keluarga Sundari yang diberi kepercayaan untuk mengurus kepulangan jenazah almarhumah. Sekadar mengingatkan, Sundari adalah putra bungsu pasangan Senen, 58, dan Ny Ismi, 54.
Dia baru sekitar 6 bulan menjadi buruh migran di Riyadh, Arab Saudi, melalui PT Bumen Jaya Jakarta dengan perekrutan dari PT Lucky Mitra Abadi Desa Pucung Lor, Kec Ngantru,Tulungagung. Kabar kematian Sundari diketahui keluarga sejak 5 Juni 2007 lalu. Diduga penyebab kematiannya akibat siksaan majikan. Sebab, pada bagian tubuhnya ditemukan bekas kekerasan.Informasi yang diterima keluarga dari KBRI, polisi Arab Saudi masih membutuhkan jasad Sundari sebagai barang bukti. Hal ini yang menjadikan jenazah tidak bisa segera dapat pulang ke Tanah Air.
Selain itu, polisi juga sudah menjebloskan kedua majikan Sundari ke tahanan. Zaenal mengaku, sampai saat ini belum bisa memberikan jawaban atas semua tawaran itu. Sebab dirinya belum mendapatkan pemberitahuan resmi dari KBRI di Arab Saudi. “KBRI hanya menginformasikan jenazahnya masih diperlukan untuk penyidikan polisi.Tidak ada pemberitahuan majikan menawarkan uang damai. Saya pikir ini semacam permainan orang-orang yang mencoba mencari keuntungan,” paparnya. Zaenal menambahkan saat ini pihaknya hanya berusaha menekan pihak PT untuk segera memulangkan jenazah almarhumah, termasuk memberikan haknya.
Sundari menjalani kontrak sebagai PRT (pembantu rumah tangga) selama 2 tahun. Selama bekerja, dia baru mendapatkan satu kali gaji, yakni sekitar Rp1 juta.Asumsinya hak almarhumah sebesar Rp24 juta. “Saya juga sudah berkomunikasi dengan kementrian tenaga kerja dan transmigrasi pusat. Jawabannya akan memperjuangkan,”pungkasnya. Dugaan adanya makelar kasus dalam setiap pemulangan jenazah TKI ke tanah air dibenarkan LSM Migran Care Jakarta.
Nurharsono divisi advokasi Migran Care Jakarta saat dihubungi SINDO lewat ponsel mengatakan, jenazah Sundari diduga kuat telah dimainkan para makelar kasus.Baik yang berada di Indonesia maupun di Arab Saudi. Hal itu melihat dari jumlah nominal uang damai yang ditawarkan. “Jelas dimainkan oleh makelar kasus. Kalau sesuai aturan BNP2TKI, uang pengampunan resmi di Arab Saudi minimal sebesar Rp400 juta. Bukan Rp75 juta atau Rp100 juta. Dan kasus Sundari sudah saya konsultasikan ke sana,” terangnya.
Menurut Nurharsono,hasil konfirmasi resmi ke Departemen Luar Negeri (Deplu), Deplu mengaku belum mendapat tembusan terkait uang pengampunan tersebut. Jadi bila ada pihak yang melakukan penawaran , pihaknya berharap keluarga Sundari menolaknya.“Jelas keluarga yang nantinya dirugikan,”katanya . Nurharsono menambahkan, mendesak pemerintah setempat, dalam hal ini Pemkab Tulungagung untuk menjelaskan perihal ini kepada keluarga yang ditinggalkan. Dikonfirmasi sebelumnya manajer PJTKI Lucy Mitra Abadi Eko Suwandi mengatakan pihaknya telah dihubungi pengacara majikan Sundari untuk menyampaikan perihal uang damai.Yakni Rp75 juta. “Artinya majikan meminta dengan uang damai itu ia bisa lepas dari jeratan hukum dan jenazah Sundari segera bisa dipulangkan,” ujarnya.
Kasi Norma Kerja Disnakertrans Tulungagung Mukono mengatakan kasus kematian TKI merupakan tanggung jawab PJTKI yang memberangkatkan.Kewajiban pemerintah hanya sebagai pengawas apakah kewajiban itu sudah dilaksanakan atau belum.
Delapan Bulan 1.752 Kasus
Kasus kekerasan yang dialami oleh para tenaga kerja Indonesia (TKI) maupun tenaga kerja wanita (TKW) asal Kab Ngawi cukup tinggi. Berdasarkan data yang dilansir oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sari Solo, organisasi yang fokus terhadap permasalahan buruh migran, menyebutkan, dari Januari hingga Agustus 2007 tercatat kasus kekerasan TKI/ TKW asal Ngawi mencapai 1.752 kasus. Jumlah kasus kekerasan itu meliputi kekerasan fisik, kehilangan kontak atau tidak teridentifikasi saat berada di luar negeri.Sedangkan jumlah TKI/TKW asal Ngawi yang saat ini bekerja sebagai pembantu rumah tangga,buruh bangunan, sopir, dan tenaga kasar lainnya di luar negeri mencapai 7.657 orang.
Mereka berasal dari berbagai kecamatan seperti Kec Sine, Pitu, Kedunggalar, dan Kec Ngrambe,Kab Ngawi. Koordinator LSM Sari Solo Ngawi Mulyadi mengatakan,kasus kekerasan yang dialami oleh para TKI/TKW yang bekerja di luar negeri cukup memprihatinkan. “Ini baru kasus kekerasan yang terpantau. Saya kira masih banyak kasus kekerasan yang dialami oleh para TKI/TKW yang belum terpantau,” ujarnya pada SINDO,kemarin. Kasus kekerasan yang dialami oleh para TKI/TKW ini terjadi sejak pemberangkatan, selama bekerja di luar negeri, hingga pulang ke kampung halamannya.
“Sejak para TKI/TKW ini hendak berangkat ke luar negeri mereka sudah rentan mendapat perlakuan kekerasan, baik dari PJTKI yang memberangkatkan mereka, perlakuan dari aparat, hingga bentuk kekerasan lainnya,” ujarnya. Menurut Mulyadi, TKI/TKW yang paling rentan mendapat kekerasan adalah TKI/TKW yang berangkat ke luar negeri secara ilegal. “Posisi para TKI/TKW ilegal ini sangat lemah sehingga mereka sering mendapat kekerasan baik fisik maupun psikis,” tuturnya.
Terakhir, kasus yang dialami TKI/TKW adalah kasus yang menimpa Siti Munawaroh,21,asal Desa Randusongo,Kecamatan Gerih, Kab Ngawi. Ia dikabarkan meninggal dunia di Arab Saudi,tempatnya bekerja, karena sakit. Selain itu TKW diketahui bernama Sumarni, 23,TKW asal Desa Jagir,Kec Sine, Kab Ngawi, ditemukan tewas gantung diri saat bekerja di Malaysia. Jenazahnya sudah dimakamkan beberapa hari lalu. (solichan arif/ muhammad roqib)