TEMPO Interaktif, Jakarta:Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo
mengatakan 350 ribu anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Sabah,
Malaysia Timur tidak bisa mendapatkan akses pendidikan. Karena orang
tua mereka tidak berdokumen dan si anak tidak memiliki kewarganegaraan.
"Malaysia punya aturan, anak-anak TKI yang tak berdokumen kehilangan
hak atas kesehatan dan pendidikan," kata dia kepada Tempo melalui
telepon, Kamis.
Jumlah anak-anak TKI di Sabah mencapai ratusan ribu, Wahyu melanjutkan,
karena para TKI di sana umumnya menetap, berkeluarga, dan mendapatkan
anak di Malaysia. Kondisi tersebut berbeda dengan di Arab Saudi dan
Malaysia semenanjung yang menerapkan sistem kontrak 2-3 tahun. "Jumlah
anak-anak di sana hanya berkisar lima hingga 10 ribuan."
Menurut Wahyu, Migrant Care telah meminta pemerintah mengirimkan
fasilitas pendidikan dan kesehatan ke Sabah, namun sampai sekarang
belum ada implementasinya. Kemungkinan, guru dari Indonesia tidak siap
untuk mengajar anak TKI di Malaysia, "atau pemerintah Malaysia tak mau
membuka pintu."
Pada akhir 2006, Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah membahas masalah ini
dengan koleganya dari Malaysia Dato' Sri Muhamad Najib Tun Abdul Razak.
Waktu itu Kalla hanya menyebut jumlah anak-anak TKI yang membutuhkan
pendidikan dasar 20 ribu orang. "Saya mengharapkan mereka kembali
sekolah di sekolah-sekolah milik kerajaan," ujar Kalla. Malaysia akan
mempertimbangkan usulan itu.
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa telah mengganggarkan dana APBN
Perubahan 2007 sebesar Rp 25 miliar untuk meningkatkan pelayanan
pendidikan anak-anak Indonesia di luar negeri, khususnya anak-anak TKI
yang sangat sulit mendapat pendidikan. Menurut Direktur Pembinaan
Sekolah Luar Biasa pada Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Eko Djatmiko Sukarso, pendirian sekolah selain terbentur
soal dana umumnya terkendala oleh aturan negara bersangkutan yang
melarang berdirinya sekolah-sekolah asing.
Menurut Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indoesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat masalah pendidikan bagi anak-anak TKI
akan kembali dibicarakan dalam pertemuan informal tahunan antara
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Perdana Menteri Abdullah Ahmad
Badawi di Kuala Lumpur, 11-12 Januari. "Soal pendidikan anak-anak TKI
diusahakan agar bisa bersekolah di Malaysia," katanya.
Selain itu, Indonesia juga akan mengusulkan agar proses hukum yang
melibatkan TKI dapat lebih cepat. Lamanya proses hukum itu antara lain
harus dijalani Nirmala Bonat, Tenaga kerja asal Desa Tuapakas,
Kecamatan Kualin, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa
Tenggara Timur yang dianiaya majikannya, Yim Pek Ha.
Meski kasus itu terungkap pada 2004 lalu, tapi persidangan baru dimulai
3 Januari lalu. Menurut Eka Aryanto Suripto, juru bicara Kedutaan Besar
RI di Malaysia, prosedur hukum di Malaysia biasanya butuh waktu 5
sampai 7 tahun untuk menuntaskan suatu kasus.
Reh Atemalem | Ninin Damayanti