-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

02 January 2008

Kematian TKI Terbanyak di Malaysia

VHR, 2 Januari 2008

VHRmedia.com, Jakarta
- Kasus kematian tenaga kerja Indonesia (TKI) selama tahun 2007 terbanyak terjadi di Malaysia. Demikian salah satu poin laporan akhir tahun 2007 LSM Migrant Care.

Dalam keterangan pers di Jakarta, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menjelaskan, jumlah TKI yang meninggal Malaysia sepanjang tahun 2007 sebanyak 71 orang. Angka tersebut merupakan 35% dari total 206 kasus kematian TKI di 27 negara yang ditempati.

Anis Hidayah menambahkan, kasus kematian buruh migran di Malaysia jauh melebihi kasus di Taiwan (36 orang), Arab Saudi (31), Korea Selatan (18), Singapura (15), Yordania (12 orang), dan beberapa negara lain, seperti Hong Kong, Kuwait, dan Jepang.

Anis mengungkapkan, penyebab utama kematian buruh migran adalah kecelakaan kerja (25%), sakit (24%), kematian misterius (24%), jatuh dari ketinggian (13%), kekerasan (11%), dan sisanya bunuh diri. Malaysia juga tercatat sebagai negara yang paling banyak menerapkan hukuman mati bagi buruh migran Indonesia. Saat ini 297 WNI terancam hukuman mati di Malaysia. "Delapan di antaranya sudah dijatuhi vonis mati, tinggal menunggu eksekusi," kata Anis, Selasa (1/1).

Jumlah WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia juga melebihi negara-negara penempatan TKI lain. Yakni, Arab Saudi (4 orang), Singapura (1), dan Mesir (1 orang). Banyaknya kasus kematian buruh migran di Malaysia antara lain disebabkan keberadaan 1,6 juta TKI di negara itu. Selain itu, lemahnya perjanjian penempatan TKI membuat Malaysia tidak mengimplementasikan perlindungan HAM untuk TKI.

"Meski Malaysia anggota Dewan HAM PBB, pada 2007 sudah mengesahkan UU Antiperdagangan Manusia, dan saat ini membahas RUU Perlindungan Pekerja Asing, tidak ada bukti nyata Malaysia memberi proteksi terhadap buruh migran asal Indonesia," kata Anis.

Migrant Care menuding pemerintah Malaysia sengaja melanggengkan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap TKI. Itu terbukti dengan pembiaran Kerajaan Malaysia terhadap stigmatisasi pekerja Indonesia yang dilazim disebut Indon. "Asosiasi umum bagi Indon adalah uneducated (tak berpendidikan), low skilled labour (pekerja kasar), dan mau dibayar murah untuk mengerjakan pekerjaan berbahaya," papar Anis.

Selain kepada TKI, sebutan Indon disematkan pada buruh migran asal India, Pakistan, Sri Lanka, dan Bangladesh. Kondisi berbeda dialami buruh migran asal Filipina. Mereka mendapat penghormatan karena lebih lancar berbahasa Inggris dan mendapat perlindungan ketat dalam MoU penempatan. Dalam MoU, pemerintah Filipina menerapkan syarat lebih ketat bagi bidang pekerjaan yang boleh dilakukan buruh, jam kerja, hari libur dan cuti, besaran gaji, dan kriteria majikan yang boleh mempekerjakan mereka. (E4)

Tri Wibowo Santoso