Jakarta, Kompas - Keuntungan tahunan yang diraup dari perdagangan orang (trafficking), menurut estimasi Organisasi Buruh Internasional, di dalam negeri dan transnasional mencapai 31,6 miliar dollar AS. Dari angka tersebut, negara industri memberikan kontribusi 15,5 miliar dollar AS, sementara Asia dan Pasifik menyumbang 9,7 miliar dollar AS keuntungan bagi para traffickers.
"Vienna Forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memerangi perdagangan orang merupakan genderang perang terhadap para pelaku trafficking," kata Sekretaris Jenderal Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia Inke Maris di Jakarta, Selasa (19/2).
Inke Maris yang hadir dalam Vienna Forum, 13-15 Februari 2008, menyatakan, forum tersebut digelar dalam rangka UN GIFT (Global Initiative to Fight Trafficking). Ini adalah upaya tingkat tinggi untuk mendorong kerja sama dan koordinasi yang lebih efektif di antara pemerintah negara anggota PBB, serta meningkatkan kemampuan penegak hukum maupun lembaga swadaya masyarakat dan kalangan bisnis untuk memerangi dan mencegah sindikat trafficking.
Vienna Forum diikuti 161 negara, Indonesia termasuk sebagai salah satu peserta.
2,5 juta orang terperangkap
Menurut riset UN GIFT, 2,5 juta orang terperangkap dalam kerja paksa, termasuk eksploitasi seksual pornografi dan pelacuran, dan 1,4 juta orang (56 persen) berada di Asia dan Pasifik. ASA Indonesia menyampaikan kekhawatiran pada fakta bahwa 1,2 juta—dari 2,5 juta orang yang diperdagangkan—adalah anak di bawah usia 18 tahun yang setiap tahun diperdagangkan. Sekitar 43 persen di antaranya korban eksploitasi seksual komersial dan pelacuran.
Sebanyak 98 persen adalah perempuan dan anak perempuan, sementara 32 persen korban dipekerjakan secara paksa di berbagai industri untuk menunjang ekonomi.
Setelah Protokol Palermo atau konvensi PBB mengenai perdagangan orang tahun 2003 hingga sekarang, UN GIFT baru berhasil mengidentifikasi masalah, bentuk-bentuk kerja paksa yang dikategorikan eksploitasi perdagangan orang, pola penyelundupan dan perdagangan gelap. Masih banyak negara yang belum meratifikasi dan belum memiliki UU perdagangan orang. (LOK)