-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

06 February 2008

Orang Miskin Bertambah

Orang Miskin Bertambah
Rabu, 6 Februari 2008 | 02:00 WIB
Jakarta, Kompas - Wilayah Jakarta Utara yang memiliki enam kecamatan ternyata menjadi pusat hunian penduduk miskin terbanyak di DKI Jakarta. Kantong kemiskinan bermunculan dan hanya dalam dua tahun terakhir jumlah penduduk miskin meningkat dari 31.000 keluarga menjadi 55.000 keluarga.
 
"Pada tahun 2005, jumlah penduduk miskin di wilayah ini masih sekitar 31.000 keluarga, tetapi saat ini jumlahnya membengkak menjadi 55.000 keluarga," kata Wali Kota Jakarta Utara Effendi Anas di sela-sela acara penutupan Bulan Dana Palang Merah Indonesia Cabang Jakarta Utara, Selasa (5/2).
 
Berdasarkan data yang disampaikan Wali Kota, jumlah penduduk miskin bertambah 24.000 keluarga dalam dua tahun terakhir atau naik sekitar 77,4 persen. Pada tahun 2005, jumlah penduduk miskin sekitar 31.000 keluarga. Kini, pada awal 2008 sudah ada 55.000 keluarga atau sekitar 220.000 jiwa, jika satu keluarga terdiri atas empat orang.
 
Pengamatan di lapangan, kantong-kantong kemiskinan itu muncul di berbagai tempat. Tidak saja di bantaran kali, tetapi juga tumbuh di tepi danau atau waduk hingga mengokupasi taman kota, seperti Taman Bersih Manusiawi dan Berwibawa (BMW) di Kelurahan Sunter Agung dan Papanggo, Tanjung Priok.
 
Konsentrasi penduduk miskin terbanyak, selain di Taman BMW, juga terlihat di permukiman Tanah Merah, Plumpang, Kecamatan Koja. Di lahan sekitar 30 hektar itu, warga secara tak sah menguasai lahan milik sebuah perusahaan.
 
Selain itu, penduduk miskin juga bertebaran di Warakas dan Papanggo di Kecamatan Tanjung Priok serta di Pademangan Barat dan Pademangan Timur, Kecamatan Pademangan. Kawasan sekitar Waduk Pluit, Muara Baru, serta Penjaringan, Pejagalan, dan Kamal Muara di Kecamatan Penjaringan serta Kalibaru di Kecamatan Cilincing merupakan permukiman miskin paling padat.
 
Masalah kemiskinan itu, kata Effendi Anas, muncul karena tiga faktor jika dilihat dari sumber mata pencariannya. Mereka adalah warga yang bekerja sebagai buruh pabrik dan pelabuhan; nelayan; dan sektor informal yang rapuh secara ekonomi. Tak hanya itu, keluarga mereka juga memiliki keterbatasan dalam mengakses pendidikan dan kesehatan.
 
Penduduk miskin dari kelompok buruh umumnya adalah warga yang bekerja sebagai buruh Pelabuhan Sunda Kelapa, Muara Angke, Kali Baru, dan Tanjung Priok. Juga buruh di pabrik atau kawasan industri, seperti di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung dan Marunda.
 
Nelayan merupakan kelompok kedua terbesar di Jakarta Utara yang hidup miskin. Mereka, misalnya, tersebar di Kali Baru, Cilincing, Muara Karang, Muara Baru, Muara Angke, Kamal Muara, dan Kapuk Muara. Meski potensi di laut besar, mereka tidak memiliki alat produksi yang memadai. Dengan alat tangkap tradisional yang dimiliki, nelayan hanya bisa mencari sejauh lima sampai 10 mil dari tepi pantai. Laut dangkal tercemar oleh berbagai limbah industri.
 
Warga yang bekerja di sektor nonformal atau pekerja serabutan adalah kelompok miskin terbesar lainnya. Mereka tak mempunyai pekerjaan tetap, seperti buruh pabrik di kawasan industri atau nelayan. Hidupnya juga pas- pasan, bahkan sering berpantang karena tidak memiliki persediaan makanan yang cukup.
 
Tiga kelompok itulah yang masuk dalam kategori kemiskinan struktural. "Anaknya miskin karena kakek nenek dan orangtuanya juga miskin. Begitu seterusnya," tutur Wali Kota.
Di Jakarta Utara juga banyak buruh yang terpaksa terkena pemutusan hubungan kerja karena perusahaan bangkrut atau hengkang ke luar negeri serta pindah ke daerah lain. Dalam beberapa tahun terakhir, sudah lebih dari 70 perusahaan di Jakarta Utara yang gulung tikar dan puluhan ribu buruh menjadi penganggur.
 
Persoalan itu juga bertambah parah ketika muncul guncangan akibat kenaikan harga barang kebutuhan pokok, bahan bakar minyak, serta barang strategis lainnya. Rakyat miskin bertambah.
 
Menurut Effendi Anas, jumlah penduduk miskin itu adalah angka riil. Artinya, penduduk yang dihitung tidak saja mereka yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) DKI Jakarta, tetapi juga penduduk dari luar yang menetap di wilayah DKI Jakarta, terutama di Jakarta Utara. Pada tahun 2005, jumlah penduduk miskin dihitung berdasarkan KTP Jakarta. "Saat ini semua penduduk miskin, tanpa kecuali, baik warga Jakarta maupun pendatang," kata Wali Kota menjelaskan.
 
Ada berbagai upaya yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi kemiskinan. Ada tiga sektor utama yang menjadi kunci menangani penduduk miskin, yakni melalui penguatan ekonomi rakyat, pendidikan, dan kesehatan. "Penanganan masalah kemiskinan juga harus ada sinergi antara pemerintah pusat dan daerah," katanya. (CAL)
 


Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.