TEMPO Interaktif, Kupang:Pelaksanaan program pemberantasan buta huruf (Keaksaraan Fungsional) di Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga menyimpang. Angka buta huruf di NTT tahun 2007 adalah 117. 663 orang.
"Kami sudah melaporkan kasus ini ke Kantor Presiden dan Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Anita Jacoba Gah, anggota Fraksi Partai Demokrat kepada Tempo.
Modus penyimpangan, menurut anggota tim pencari fakta Surung Silitonga, antara lain dengan menggelembungkan jumlah peserta, pengajar, penilik, pengadaan alat tulis. Modus lain adalah dengan menyunat besaran honor untuk para pengajar dan penilik, para camat dan kepala desa sebagai pengawas, serta tidak menjalankan proses belajar mengajar secara penuh selama enam bulan.
"Potensi kerugian negara mencapai Rp 27 miliar dari Rp 77 miliar anggaran untuk program pendidikan luar sekolah (PLS)," kata Silitonga.
Ia mencontohkan, pengadaan buku bahan pengajaran dianggarkan hampir Rp 2,2 miliar. Namun fakta di lapangan tak seoran gpeserta pun yang mendapatkan buku pegangan dari Dinas Pendidikan Luar Sekolah Provinsi. "Peserta justru menggunakan buku nyanyian peribadahan (kidung jemaat) dan kitab suci Injil," ujarnya.
Camat Kupang Tengah Christian Koroh yang dihubungi melalui telepon mengakui adanya penyimpangan jumlah peserta program Keaksaraan Fungsional (KF). Di wilayahnya disebutkan ada 2002 kelompok belajar yang setiap kelompoknya terdiri dari 10 orang. "Tapi yang aktif, saya tahu cuma 20 kelompok saja," ujarnya.
Sementara Camat Amfoang Selatan, Thomas Polin mengaku di wilayahnya dari 14 kelompok yang terdaftar sebagai peserta KF, baru separuhnya yang berjalan. "Sisanya yang saya tahu diberlakukan kemudian," ujarnya. Ia juga mengeluhkan uang pendampingan bagi camat sebesar Rp 50 ribu per kelompok, tapi yang dibayarkan hanya Rp 25 ribu.
Sedangkan Camat Sabu Barat Wempi Imanuel Riwu mengaku dari 215 kelompok buta aksara, semuanya berjalan sesuai aturan. "Tidak ada penyimpangan. Masyarakat senang dan merasakan manfaat yang luar biasa," kata Wempi.
Untuk menjernihkan persoalan ini, DPRD Kabupaten Kupang sejak 16 Febaurai lalu telah membentuk Panitia Khusus. Mereka akan bekerja mulai besok hingga 6 Maret. "Kalau memang ada yang menyimpang tentu harus disempurnakan, tapi kalau tidak ada, harus dijernihkan agar tak menjadi fitnah," kata Salimun Bislissin, Ketua Pansus.
Kepala Sub Dinas (PLS) NTT, Marthen Diratome, meragukan temuan temuan Anita dan tim pencari fakta. Ia menyebut laporan atas temuan itu ke KPK terlalu prematur. "Laporan KPK itu prematur untuk memprovokasi warga," ujar Diratome.
Menurutnya, dari Rp77 miliar dana yang dialokasikan pusat, hanya Rp 32 miliar yang digunakan untuk pengentasan buta aksara dan sisanya untuk mendukung kegiatan Paket A, paket B, paket C dan kegiatan lainnya.
Dia merinci, ada 11.100 kelompok buta aksara di NTT. Setiap kelompok terdiri dari 10 orang, satu tenaga tutor dan satu penyelenggara. Masing-masing kelompok mendapat alokasi dana Rp2,9 juta untuk kegiatan selama enam bulan. Sudrajat | Jems de Fortuna