Bayi Gizi Buruk Itu Akhirnya Pergi untuk Selamanya
Oleh
Jonder Sihotang
BEKASI Korban gizi buruk yang meninggal dunia terus berjatuhan. Terakhir menimpa Muhamad Fadli Bukhori, balita berusia dua bulan di Bekasi. Inikah gambaran buruk kondisi kesehatan balita di negeri ini?
Tidak ada satu pun kursi di ruang tamu. Lantainya pun hanya terbuat dari semen peleturan. Di ruang tamu yang tidak termasuk besar itu, hanya ada satu bufet pendek dan televisi ukuran kecil. Saat SH mendatangi rumah di perkampungan RT 01/RW 02 Kelurahan Jatikramat, Kecamatan Jatiasih Kota Bekasi itu, pemiliknya Ny Halimah (32) sempat menggelar selembar tikar kecil.
Sementara itu, di lantai semen tadi, seorang cucu dan anak ketiga Halimah sedang tidur tanpa alas. Tidak lama kemudian, suami Halimah, Endun (40), tiba di rumah setelah menyimpan gerobak sampah di samping rumahnya, dekat kandang kambing. Suami-istri itu hanya pasrah bahwa kematian anaknya keempat, Muhamad Fadli Bukhori yang baru berusia dua bulan sudah kehendak Sang Pencipta.
"Mau bilang apa lagi. Saat lahir sehat-sehat saja. Timbangannya 3,1 kilogram. Setelah dua minggu sejak lahir, Fadli mulai berak-berak dan sering muntah. Akhirnya, setelah dirawat di dua rumah sakit selama dua minggu, anak kami meninggal. Mungkin sudah saatnya seperti itu, walaupun kami berusaha mengobatinya," tutur Ny Halimah, Selasa (11/3) siang.
Seperti diberitakan harian ini sebelumnya, Fadli meninggal akibat kurang gizi, setelah selama dua minggu diare dan selalu mencret. Korban yang lahir 17 Januari 2008 di sebuah bidan itu tutup usia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi, Minggu (9/3), menjelang tengah malam.
Sebelum dibawa ke RSUD Kota Bekasi tanggal 3 Maret lalu, ternyata selama satu minggu, Fadli sudah sempat dirawat di Rumah Sakit Budi Lestari Bekasi Selatan.
Empat hari setelah pulang ke rumah, Fadli, ungkap Halimah, sempat dibawa kontrol ke Budi Lestari karena masih terus buang air. Karena tidak sembuh, Fadli pun dibawa ke sebuah Rumah Sakit Ibu dan Anak Kampung Bojong di Jatikramat.
Tetapi, karena biaya di rumah sakit swasta itu mahal, pihak rumah sakit merujuk ke RSUD Kota Bekasi. Satu minggu di rumah sakit pemerintah ini, nyawa bayi kurang gizi itu pun tak tertolong dan akhirnya meninggal. Selama di RSUD itu, Halimah mengaku mendapat pelayanan yang baik. Tetapi, penyakit bayinya tidak sembuh, bahkan tambah parah hingga timbangan badannya menciut 2,6 kilogram.
Penyebab meninggalnya bayi ini, menurut Wakil Direktur Pelayanan RSUD Kota Bekasi, dr Titik Masrifah, karena infeksi bronchopneumonia atau saluran pernapasan akut, dan kekurangan cairan. Bayi itu termasuk pasien kurang gizi dan bukan karena gizi buruk. Selama dirawat, korban mengalami diare akut dan dehidrasi tinggi yang membuat kondisi Fadli terus menurun.
Mestinya, satu hari sebelum meninggal, ungkap dr Titik, Fadli harus masuk ruang ICU. Tetapi, di rumah sakit pemerintah itu, tidak ada NICA atau ICU khusus anak. Saat itu, dokter sudah menyarankan agar dirujuk ke rumah sakit yang ada ICU anak. Tapi, pihak keluarga tidak mau. Akhirnya, pihak RSUD Kota Bekasi tetap mengoptimalkan perawatan dan pengobatan. Tetapi, karena kondisi pasien itu terus memburuk akibat saluran pernapasan akut dan kekurangan cairan, nyawanya pun tak tertolong.
Kembalikan Uang
Seperti diakui Endun dan Halimah sejak mereka masuk RSUD Kota Bekasi, sudah membawa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Pemerintah Kota Bekasi menetapkan masyarakat kurang mampu, tidak ada pungutan biaya pengobatan di rumah sakit pemeritah. Ternyata, pihak rumah sakit tetap menagih uang kepada Endun.
Ketika itu, pihak rumah sakit menetapkan biaya Fadli selama perawatan Rp 1.060.000. Karena tergolong masyarakat kurang mampu, keluarga ini hanya mampu membayar Rp 700.000, dan kini masih terutang Rp 300.000 lebih. Agar bisa pulang ke rumah dari rumah sakit, ungkap Halimah, KTP menantunya, Anto pun terpaksa ditahan pihak RSUD.
Direktur RSUD Kota Bekasi dr Bambang DS dan Wadir Pelayanan dr Titik mengakui uang Rp 700.000 yang sempat diberikan keluarga pasien, sifatnya hanya uang titipan mengingat keluarga ini membawa SKTM. Karena ada SKTM maka biaya pengobatan tidak sepenuhnya digratiskan, tetapi dapat diringankan. Kecuali keluarga Endun dan Halimah masuk daftar Asuransi Kesehatan Kemiskian (Askeskin), semua biaya pengobatan dapat digratiskan.
Tetapi, dalam database yang dikeluarkan Wali Kota Bekasi Oktober 2007 lalu, keluarga ini tidak termasuk Askeskin yang mestinya biayanya dapat dibebankan kepada APBN. Maka, karena tidak masuk daftar Askeskin, dan hanya memiliki SKTM, pihak rumah sakit hanya dapat meringankan semampu keuangan dalam APBD Kota Bekasi.
Namun, setelah dilakukan pembahasan oleh tim verifikasi RSUD, diputuskan untuk keluarga Endun dan Halimah, semua biaya pengobatan anaknya digratiskan. "Uang yang sempat dititipkan Rp 700.000 akan dikembalikan," tutur dr Bambang DS. Artinya, kelurga Endun yang memiliki SKTM, mendapat keringanan 100 persen.
Sehari-hari, untuk menghidupi keluarganya, Endun bekerja sebagai pemungut sampah di lingkungan RT tempat tinggalnya. Satu rumah hanya membayar Rp 15.000 per bulan kepada Endun mengangkut sampah. Karena itu, dapat dihitung pendapatan Endun hanya sekitar Rp 300.000 per bulan hasil mengangkut sampah tetangganya. Karena yang mau membayar uang angkut sampah hanya sekitar 20 keluarga saja. Adapun rumah yang didiami keluarga ini adalah warisan orang tuanya. n
Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search.
