-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

12 March 2008

Gizi Buruk di RSUD Dr Soewandhie Surabaya Meningkat

Gizi Buruk di RSUD Dr Soewandhie Surabaya Meningkat

Selasa, 11 Maret 2008 | 13:56 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Penderita gizi buruk di RSUD Dr Soewandhie Surabaya kembali meningkat. Dari data yang ada, selama empat hari terakhir bayi penderita gizi buruk di rumah sakit milik Pemerintah Kota Surabaya tersebut sudah mencapai 8 pasien.

"Biasanya dalam sebulan hanya 10an bayi, tapi saat ini baru empat hari sudah 8," tutur Dr Lilian Anggraeny, Direktur Rumah Sakit kepada Tempo, Selasa (11/3).

Bulan Desember 2007 lalu misalnya, rumah sakit yang terletak di kawasan Tambah Rejo Surabaya ini hanya menangani 7 pasien, dan meingkat menjadi 11 bayi pada bulan Januari, sedangkan pada bulan Februari lalu 9 pasien.

Masih tingginya penderita Gizi buruk, lanjut Lilian, disebabkan kurang berjalannya kinerja kader-kader posyandu ditingkatan RT atau RW dimasing-masing kelurahan untuk memberikan penyuluhan dan bantuan bagi bayi dari keluarga tidak mampu. "Padahal, pemerintah sudah memberikan dana Rp 600 miliar kepada puskesmas dan posyandu se-Indonesia untuk tangani gizi buruk," tambah Lilian.

Biasanya, bayi dengan gizi buruk baru terdeteksi ketika mereka dibawa ke rumah sakit setelah mengalami diare yang akut, radang paru-paru dan sesak nafas. "Mayoritas orang tua tidak tau kalau menderita gizi buruk, setelah kita periksa baru ketahuan gizi buruk. Ini harusnya tugas kader posyandu melakukan pemantauan," kata Lilian.

Karennya, setelah bayi yang dirawat di RSUD Dr Soewandhie tersebut sembuh dari penyakit yang diderita dan mengalami kenaikan berat badan, pihak rumah sakit biasanya langsung menyerahkan sang bayi ke puskesmas setempat untuk dilakukan pemantauan hingga kondisi berat badan bayi mendekati berat normal diusianya.

Dari pantauan Tempo, beberapa bayi gizi buruk yang dirawat dirumah sakit tersebut kondisinya cukup memprihatinkan. Bahkan seorang bayi bernama Choirul dibawa ke rumah sakit hanya dengan bobot 4,5 kg. Padahal diusianya yang sudah 11 bulan, Choirul harusnya memiliki berat badan 12 kg.

Musliyah, nenek Choirul menuturkan, selama ini tidak pernah sekalipun memberikan susu kepada cucunya tersebut. "Choirul tidak punya bapak, ibunya yang jadi TKI sejak choirul umur dua bulan tidak pernah kirim uang," tuturnya. Padahal, dalam kesehariannya, kehidupan wanita 56 tahun bersama choirul hanya ditopang salah seorang anaknya yang bekerja sebagai pelayan toko dengan penghasilan Rp 200 ribu perbulan.

Untungnya, pihak rumah sakit hingga saat ini menggratiskan seluruh biaya perawatan penderita gizi buruk baik yang memiliki kartu askeskin atau yang hanya melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kelurahan setempat. Rohman Taufiq
 


Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search.