Mengaku Membunuh, 7 WNI Dihukum 6 Tahun di Malaysia
Kuala Lumpur (SIB)
Mahkamah Tinggi (Pengadilan Negeri) Negeri Sembilan, Rabu, menjatuhkan hukuman penjara enam tahun kepada tujuh WNI setelah mereka mengaku bersalah telah membunuh seorang lelaki pada 7 Oktober 2004.
Mahkamah Tinggi (Pengadilan Negeri) Negeri Sembilan, Rabu, menjatuhkan hukuman penjara enam tahun kepada tujuh WNI setelah mereka mengaku bersalah telah membunuh seorang lelaki pada 7 Oktober 2004.
Ke tujuh WNI itu ialah Selus Nahak 29 Thn, Egydius Seran 25 Thn, Egidius Sinatubas 29 Thn, Damianus Nenok 29 Thn, Adrianus Dereke 28 Thn, Bastian Yosef 33 Thn, dan Dona De Lopes 29 Thn telah mengaku pada hakim Abdul Alim Abdullah bahwa mereka telah membunuh Yusuf Ibrahim, demikian Harian Utusan Malaysia, Kamis.
Sebelumnya, mereka mengaku tidak mengaku membunuh korban dan menolak dikenakan pasal 302 mengenai pembunuhan jika terbukti maka bisa dihukum gantung sampai mati.
Tapi mereka berubah pengakuan setelah jaksa Malaysia Naziah Mokhtar merubah pasal tuduhannya menjadi pasal 304 (b) mengenai penyiksaan.
Para tertuduh dalam menghadapi persidangan diwakili para pengacaranya yakni Amrit Pal Singh, Maanor Yusoff, S Ramachandran, Gurdit Singh, S Paul dan Ramzani Idris.
Mahkamah menjatuhkan hukuman penjaran enam tahun kepada tujuh WNI terhitung sejak tanggal penangkapan.
Berdasarkan fakta di pengadilan, semua tertuduh itu telah didakwa terlibat dalam pembunuhan terhadap Yunus Ibrahim pada 7 Oktober 2004 yang berawal dari perkelahian di satu kawasan semak belukar di Yu Lee Trading, Kendong, Kota, Rembau, Negeri Sembilan.
Setelah itu, Polisi menahan Selus dan Egydius pada 10 Oktober 2004, sementara Egidius ditahan pada 14 Oktober 2004 dan Damianus, Adrianus dan Bastian ditahan sejak 24 Oktober 2004, dan Dona ditahan 1 November 2004.
Berdasarkan otopsi pakar rumah sakit Tuanku Ja'afar Dr Mohamad Azaini Ibrahim mendapati mengalami 11 luka-luka di bagian badan termasuk dua tikaman di dada kiri dan kanan.
Mayat ditemukan dalam keadaan terlentang dalam parit dan telah bau busuk ketika ditemukan masyarakat biasa yang kemudian melaporkan kejadian itu kepada polisi jam 00.05 waktu setempat.
JEPANG KEMBALI PENJARAkan WNI PELAKU PERDAGANGAN MANUSIA
Pengadilan Negeri Chiba, Jepang, kembali menjatuhkan vonis penjara bagi warga Indonesia, Rosita Yulia Patricia Rembeth (50) yang didakwa melakukan perdagangan manusia ke Jepang, dengan hukuman penjara selama 2,4 tahun serta denda 1,5 juta yen.
Demikian keterangan yang disampaikan kepala Konsuler KBRI Tokyo Amir Radjab Harahap di Tokyo, Kamis, usai menerima salinan keputusan Pengadilan Negeri Chiba terhadap Rosita.
Vonis tersebut juga menyatakan kemungkinan kerja paksa bagi mantan staf lokal Kedubes Jepang di Jakarta itu jika yang bersangkutan tidak mampu membayar denda.
Hakim Ketua yang memimpin sidang, Hoka Saka, juga memberikan kesempatan kepada Rosita untuk mengajukan banding dalam tempo dua minggu. Rosita sendiri menyatakan meminta waktu untuk berpikir dulu.
Vonis yang dijatuhkan terhadap Rosita, jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Takagaki Yohei yang menuntut hukuman penjara selama 3,6 tahun
Hal-hal yang meringankan Rosita, seperti diungkapkan hakim, adalah terdakwa menyesali perbuatannya, memiliki anak yang harus ditanggung, serta telah dikeluarkan dari tempat kerjanya.
Sebelumnya Rosita bersama Carrand Christo Tangka (39) warga Indonesia lainnya dituduh menjadi otak pelaku perdagangan manusia bagi WNI untuk dibawa ke Jepang.
Keduanya ditahan imigrasi bandara Narita awal September 2007, menyusul kecurigaan pihak imigrasi setempat terhadap paspor Wagner yang diakui anak oleh Rosita saat itu.
Bersama keduanya ketika itu juga ikut tiga warga Indonesia lainnya. Namun kecurigaan pihak imigrasi terhadap paspor Wagner membuat keempat WNI lainnya yang sudah lebih dulu "bebas" dari pemeriksaan imigrasi tersebut kembali dikejar aparat imigrasi untuk kemudian dimasukkan dalam tahanan kepolisian.
Carrand, yang bekerja sebagai pramugara Garuda Indonesia, sudah lebih dulu dijatuhi hukuman penjara 2,8 tahun berikut denda sebesar 2 juta yen, juga kerja paksa jika tidak bisa membayar tuntutan denda tersebut.
Pengadilan Jepang menilai keduanya melakukan pelanggaran imigrasi Jepang karena terbukti memiliki motif memperoleh keuntungan dengan menerima sejumlah uang untuk memasukkan manusia ke Jepang secara tidak sah.
Baik Rosita maupun Tangka diduga sebagai bagian dari sindikat kejahatan internasional yang melibatkan mafia Jepang dan Indonesia. Namun keduanya juga dianggap hanya sebagai otak pelaku di lapangan saja, sementara otak sesungguhnya tidak terjamah hukum.
Dubes RI untuk Jepang Jusuf Anwar sendiri mengecam keras praktik perdagangan manusia atau "human trafficking" yang menjadikan warga Indonesia sebagai komoditas dagang, apalagi hal itu dilakukan oleh warga Indonesia sendiri.
"Aparat Indonesia perlu meningkatkan kerjasamanya dengan kalangan internasional, karena kejahatan ini juga sudah bersifat global yang melibatkan sindikat dari masing-masing negara," katanya.
Dubes Jusuf Anwar juga meminta kerja sama erat dilakukan bagi aparat di tanah air yang terkait dalam pengurusan dokumen data identitas penduduk. (Ant/i)
You rock. That's why Blockbuster's offering you one month of Blockbuster Total Access, No Cost.