International Women's Day
Jakarta, CyberNews. Banyaknya kekerasan, penipuan dan penganiayaan
kepada PRT Migran Indonesia membuat Migrant CARE sangat prihatin.
Untuk itu, Migrant CARE menuntut Pemerintah RI untuk segera mengakui
PRT Migran sebagai pekerja formal yang dilindungi hukum.
Pemerintah juga diminta untuk menuntaskan kasus-kasus kekerasan,
diskriminasi dan bentuk-bentuk pelanggaran HAM seperti kasus Ceriyati,
Nirmala Bonat, PRT Migran yang terjebak di negara konflik, kematian
PRT migran akibat penyiksaan, PRT Migran yang terancam hukuman mati,
serta memulangkan jenazah Yanti Iriyanti dan jenazah-jenazah lainnya,
dan kasus-kasus lainnya.
Padahal, menurut Migrant CARE, PRT Migran Indonesia adalah
perempuan-perempuan yang telah menggerakkan ekonomi keluarga sekaligus
juga perekonomian negara. Namun kontribusi mereka belum pernah
terapresiasi, yang terjadi justru sebaliknya, para perempuan pahlawan
devisa tersebut hingga kini belum mendapatkan haknya untuk memperoleh
jaminan hukum atas pemenuhan hak-hak sebagai pekerja dan hak asasi
mereka.
"Realitas menunjukkan dunia PRT Migran Indonesia adalah dunia yang
berlumuran dengan kekerasan, diskriminasi dan ketidakadilan. Dan
pemerintah sebagai pemangku kebijakan justru diduga melestarikan dan
abai terhadap berbagai ketidakadilan yang menimpa PRT Migran
Indonesia," kata Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah.
Menurut Anis fakta tersebut tampak dalam penyelesain kasus 4 PRT
Migran yang menjadi korban penyiksaan majikan di Saudi Arabia.
Pemerintah Indonesia (dalam hal ini Deplu) membiarkan praktek
impunitas, penuntasan kasus tanpa proses hukum, dengan mendorong dan
memfasilitasi berlangsungnya perdamaian antara korban dan majikan.
"Langkah Deplu tersebut jelas menjadi cerminan buruk bagi penegakan
HAM PRT Migran Indonesia, mengingat saat ini masih banyak kasus-kasus
yang belum tuntas," kritik Anis.
(MH Habib Shaleh /CN08)