967 Balita di Ngawi Alami Gizi Buruk
Rabu, 02 April 2008 | 20:00 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Sebanyak 967 balita (bayi berusia 0 hingga 5 tahun) di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur mengalami gizi buruk. 696 diantaranya adalah balita yang berasal dari keluarga miskin. Serta 244 diantaranya adalah gizi buruk kategori berat. Jumlah ini berdasarkan data yang tercatat di Dinas Kesehatan setempat per 31 Maret 2008.
Seksi Gizi, Sub Dinas Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Ngawi, Hadi Murbiyanto mengatakan jumlah gizi buruk hampir ada di 24 kecamatan di Ngawi. Terbesar adalah di Kecamatan Paron dengan 244 kasus, Gerih terdapat 89 kasus dan Kedunggalar ada 78 kasus.
Menurutnya penyebab utama gizi buruk adalah sanitasi keluarga yang tidak higienis. Akibat sejumlah penyakit termasuk gizi buruk menyertai balita. "Biasanya gizi buruk sering diiringi penyakit diare, cacingan dan tubercolusis," katanya, Rabu (2/4).
Penyebab lain, lanjut dia, adalah balita kurang mendapat asupan gizi karena faktor ekonomi, pola asuh yang salah serta tingkat kesadaran orangtua yang rendah.
Menangani gizi buruk, pihaknya lanjut dia, segera merujuk kasus gizi buruk dari puskesmas ke rumah sakit. Semua kasus gizi buruk tingkat berat harus mendapatkan bantuan tambahan makanan padat gizi selama tiga bulan. Makanan ini berupa bubur susu dan biscuit.
Sedangkan untuk keluarga yang mampu penanganan dilakukan dengan memberdayakan keluarga dengan cara pendampingan keluarga oleh tenaga atau kader kesehatan. "Mereka mungkin bukan kurang makan, tapi kurang memilih makanan yang bergizi," terangnya.
Selain itu, dinas kesehatan bersama relawan dari lembaga swadaya di bidang kesehatan juga mendampingi keluarga balita dari kalangan miskin selama tiga bulan secara kontinyu. "Kami mendampingi 100 keluarga di Teguhan, Paron. Ini sebagai proyek percontohan nasional," tambahnya.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi sendiri hanya mengalokasikan sebesar Rp. 50 juta untuk penanganan gizi buruk pada 2008. Bantuan dari pusat adalah bantuan berupa makanan bagi balita senilai Rp. 800 juta. "Bantuan makanan itu didistribusikan melalui puskesmas. Balita kurang gizi mendapatkan satu paket makanan dalam satu hari," tambahnya. DINI MAWUNTYAS
Seksi Gizi, Sub Dinas Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Ngawi, Hadi Murbiyanto mengatakan jumlah gizi buruk hampir ada di 24 kecamatan di Ngawi. Terbesar adalah di Kecamatan Paron dengan 244 kasus, Gerih terdapat 89 kasus dan Kedunggalar ada 78 kasus.
Menurutnya penyebab utama gizi buruk adalah sanitasi keluarga yang tidak higienis. Akibat sejumlah penyakit termasuk gizi buruk menyertai balita. "Biasanya gizi buruk sering diiringi penyakit diare, cacingan dan tubercolusis," katanya, Rabu (2/4).
Penyebab lain, lanjut dia, adalah balita kurang mendapat asupan gizi karena faktor ekonomi, pola asuh yang salah serta tingkat kesadaran orangtua yang rendah.
Menangani gizi buruk, pihaknya lanjut dia, segera merujuk kasus gizi buruk dari puskesmas ke rumah sakit. Semua kasus gizi buruk tingkat berat harus mendapatkan bantuan tambahan makanan padat gizi selama tiga bulan. Makanan ini berupa bubur susu dan biscuit.
Sedangkan untuk keluarga yang mampu penanganan dilakukan dengan memberdayakan keluarga dengan cara pendampingan keluarga oleh tenaga atau kader kesehatan. "Mereka mungkin bukan kurang makan, tapi kurang memilih makanan yang bergizi," terangnya.
Selain itu, dinas kesehatan bersama relawan dari lembaga swadaya di bidang kesehatan juga mendampingi keluarga balita dari kalangan miskin selama tiga bulan secara kontinyu. "Kami mendampingi 100 keluarga di Teguhan, Paron. Ini sebagai proyek percontohan nasional," tambahnya.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi sendiri hanya mengalokasikan sebesar Rp. 50 juta untuk penanganan gizi buruk pada 2008. Bantuan dari pusat adalah bantuan berupa makanan bagi balita senilai Rp. 800 juta. "Bantuan makanan itu didistribusikan melalui puskesmas. Balita kurang gizi mendapatkan satu paket makanan dalam satu hari," tambahnya. DINI MAWUNTYAS
You rock. That's why Blockbuster's offering you one month of Blockbuster Total Access, No Cost.