Bandung, Kompas - Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memperketat pemberian surat izin bekerja bagi tenaga kerja Indonesia atau TKI asal Jabar yang ingin bekerja di luar negeri. Rencana kebijakan tersebut untuk menekan praktik perdagangan perempuan dan anak di wilayah Jabar yang belakangan ini semakin marak terjadi.
Hal itu mengemuka dalam pembahasan usul Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Anak dan Perempuan pada sidang paripurna DPRD Jabar, Rabu (23/4) di Bandung. Sidang itu dipimpin Ketua DPRD Jabar HAM Ruslan dan dihadiri Wakil Gubernur Jabar Nu'man Abdul Hakim serta 51 anggota DPRD.
Berdasarkan penelitian Institut Perempuan, pada Januari-Juni 2007 terdapat 12 kasus perdagangan manusia yang menimpa 43 korban asal Jabar. Sebanyak 29 orang di antaranya adalah anak-anak. Korban terbanyak berasal dari Kota Sukabumi, Bekasi, Indramayu, Subang, Karawang, Depok, Cirebon, dan Kuningan.
Ketua Komisi E DPRD Jabar Nur Supriyanto mengatakan, tingginya kasus perdagangan perempuan dipicu oleh kemudahan mendapatkan izin bekerja ke luar negeri. Bahkan, perizinan itu semata-mata hanya terfokus pada penyedia jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI). "Surat izin bekerja selama ini hanya terfokus pada PJTKI yang tidak bisa ditelusuri kebenarannya. Ini salah satu penyebabnya," ujar Nur.
Pada raperda tersebut, pembahasan akan lebih ditekankan pada pencegahan perdagangan perempuan. "Kasus perdagangan perempuan dan anak di Jabar kerap menimpa buruh migran atau tenaga kerja wanita. Oleh karena itu, pencegahan harus dilakukan dengan memperketat pemberian izin bekerja," Nur menegaskan.
Salah satu klausul raperda mengatur tentang pemberian surat izin bekerja di luar daerah (SIBD) yang dikeluarkan oleh aparatur pemerintah tingkat daerah, seperti camat dan kepala desa. "Pemberian izin harus jelas dipastikan, apakah warga yang hendak menjadi TKI benar-benar terjamin mendapat pekerjaan di negara penerima," kata Nur.
Anggota DPRD dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Diah Nurwitasari, berpendapat, klausul SIBD dalam raperda ini bahkan mengatur perizinan ke luar daerah antarkota atau antarprovinsi.
"Wilayah Jakarta, Bandung, dan Tangerang sering kali dijadikan kantong-kantong transit sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Sesampainya di luar negeri, warga kita justru ditelantarkan dan terancam dideportasi," kata Diah.
Sanksi bagi aparatur
Sementara itu, Wakil Gubernur Jabar Nu'man Abdul Hakim berpendapat, upaya pencegahan melalui SIBD yang diatur dalam raperda tidak akan efektif bila tidak disertai dengan sanksi tegas bagi aparatur pemberi izin SIBD. Menurut dia, dalam raperda harus diatur sanksi bagi aparatur pemerintah daerah, misalnya camat dan kepala desa, yang mengeluarkan SIBD sembarangan. Sanksi ini dapat berupa peneguran, skorsing, hingga pemecatan dari jabatan.
"Ini merupakan bentuk pencegahan sehingga aparatur turut bertanggung jawab karena mengeluarkan perizinan bekerja yang menyebabkan terjadinya perdagangan perempuan dan anak. Jadi, tidak hanya si pelaku saja yang dihukum," ujar Nu'man. (A15)
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.