Rabu, 28 Mei 2008 - 18:39 wib
KEDIRI - Ironis, di saat Pemkab Kediri memproklamirkan kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat, jumlah warga miskin yang berprofesi sebagai PSK justru meningkat pesat.
Dari data Dinas Kesejahteraan Sosial yang dibacakan Bupati Kediri Sutrisno melalui Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2007, jumlah pekerja seks komersial (PSK) di Kab Kediri meningkat pesat. Dalam kurun waktu tahun 2006-2007, jumlah PSK yang bekerja di 9 eks-lokalisasi meningkat dari 173 menjadi 352 PSK atau meningkat 200%.
"Memang harus diakui masalah penyandang kesejahteraan sosial di Kediri masih tinggi. Namun, kami terus berusaha mengurangi mereka dengan berbagai program yang menunjang," ujar Sutrisno, Kediri, Rabu (28/5/2008).
Sementara Kabag Humas Pemkab Sigit Raharjo mengatakan, jika faktor utama pertumbuhan tersebut diakibatkan masuknya PSK dari luar daerah. Hal inilah yang membuat jumlah mereka terus bertambah dari tahun ke tahun. Namun begitu, ia tidak memungkiri jika alasan utama para wanita itu bekerja sebagai PSK karena ekonomi.
"Mereka mengaku kesulitan ekonomi hingga menempuh pekerjaan itu. Sementara keterampilan lainnya tidak ada," jelas Sigit.
Untuk menekan jumlah PSK agar tidak semakin bertambah, Pemkab telah mencanangkan program pelatihan keterampilan kepada mereka agar meninggalkan profesi itu. Sayangnya upaya itu selalu terhambat oleh kemauan para PSK yang tidak mau serius mempelajari keterampilan hingga tuntas.
Akibatnya, jumlah PSK di Kab Kediri semakin bertambah. Mereka tersebar di 9 eks-lokalisasi seperti di Kecamatan Ngadiluwih, Pare, Krian, Kras, dan Grogol.
Menanggapi kondisi itu, anggota Komisi D DPRD Kab Kediri dari PAN, Iskak meminta pemerintah tidak terlalu menyalahkan para PSK. Sebagai manusia biasa, para PSK akan bersedia meninggalkan profesi itu jika tersedia pekerjaan yang mapan. Karena itu program yang telah dilakukan Pemkab selayaknya dievaluasi efektivitasnya.
"Meski sudah diberi keterampilan menjahit jika tidak dibekali modal kerja dan dukungan promosi jelas akan percuma. Pemkab sendiri kurang serius menangani persoalan ini," tegas Iskak.
Selain itu, ia berharap pemerintah lebih bersikap rasional dalam menetapkan program pemerintah dan anggaran. Ia meminta pembangunan fisik yang berbiaya besar direalisasi setelah kesejahteraan masyarakat terpenuhi. (Hari Tri Wasono/Sindo/hri)
Dari data Dinas Kesejahteraan Sosial yang dibacakan Bupati Kediri Sutrisno melalui Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2007, jumlah pekerja seks komersial (PSK) di Kab Kediri meningkat pesat. Dalam kurun waktu tahun 2006-2007, jumlah PSK yang bekerja di 9 eks-lokalisasi meningkat dari 173 menjadi 352 PSK atau meningkat 200%.
"Memang harus diakui masalah penyandang kesejahteraan sosial di Kediri masih tinggi. Namun, kami terus berusaha mengurangi mereka dengan berbagai program yang menunjang," ujar Sutrisno, Kediri, Rabu (28/5/2008).
Sementara Kabag Humas Pemkab Sigit Raharjo mengatakan, jika faktor utama pertumbuhan tersebut diakibatkan masuknya PSK dari luar daerah. Hal inilah yang membuat jumlah mereka terus bertambah dari tahun ke tahun. Namun begitu, ia tidak memungkiri jika alasan utama para wanita itu bekerja sebagai PSK karena ekonomi.
"Mereka mengaku kesulitan ekonomi hingga menempuh pekerjaan itu. Sementara keterampilan lainnya tidak ada," jelas Sigit.
Untuk menekan jumlah PSK agar tidak semakin bertambah, Pemkab telah mencanangkan program pelatihan keterampilan kepada mereka agar meninggalkan profesi itu. Sayangnya upaya itu selalu terhambat oleh kemauan para PSK yang tidak mau serius mempelajari keterampilan hingga tuntas.
Akibatnya, jumlah PSK di Kab Kediri semakin bertambah. Mereka tersebar di 9 eks-lokalisasi seperti di Kecamatan Ngadiluwih, Pare, Krian, Kras, dan Grogol.
Menanggapi kondisi itu, anggota Komisi D DPRD Kab Kediri dari PAN, Iskak meminta pemerintah tidak terlalu menyalahkan para PSK. Sebagai manusia biasa, para PSK akan bersedia meninggalkan profesi itu jika tersedia pekerjaan yang mapan. Karena itu program yang telah dilakukan Pemkab selayaknya dievaluasi efektivitasnya.
"Meski sudah diberi keterampilan menjahit jika tidak dibekali modal kerja dan dukungan promosi jelas akan percuma. Pemkab sendiri kurang serius menangani persoalan ini," tegas Iskak.
Selain itu, ia berharap pemerintah lebih bersikap rasional dalam menetapkan program pemerintah dan anggaran. Ia meminta pembangunan fisik yang berbiaya besar direalisasi setelah kesejahteraan masyarakat terpenuhi. (Hari Tri Wasono/Sindo/hri)