|
MI/ SAFIR MAKKI |
Disnadda tidak sekadar berprinsip, tetapi telah membuktikan tidak ada manusia yang jahat. Baginya, kemiskinan yang menjadi penyebab orang menjadi jahat adalah musuh utama.
DUA puluh tahun sudah proyek Doi Tung I berjalan di Provinsi Chiang Rai, Thailand Utara. Sebelumnya selama beberapa generasi, Chiang Rai merupakan bagian dari segitiga emas yang dahulu dikenal sebagai lumbung opium.
Berkat proyek tersebut, ratusan orang berhasil diselamatkan dari lembah hitam kemiskinan yang lahir dari peredaran opium. Masyarakat di kaki gunung di wilayah itu bisa memperoleh kehidupan yang layak dan memiliki pekerjaan alternatif di luar opium dan prostitusi.
Siapa tokoh di balik kesuksesan proyek menghapus peredaran opium di Doi Tung itu? Dialah Disnadda Diskul. Pangeran dari keluarga Kerajaan Thailand itu mengerahkan seluruh waktunya untuk menyukseskan proyek pemberantasan kemiskinan di negerinya itu selama puluhan tahun.
Pria berusia 68 tahun itu memiliki prinsip yang tak bisa tergoyahkan bahwa tidak ada manusia yang jahat. "Orang menjadi jahat karena miskin. Kalau orang kesulitan mencari pekerjaan yang legal, ia akan pergi ke yang ilegal, seperti menanam opium," ujar Disnadda di sela-sela kunjungannya ke Jakarta, Rabu (25/5).
Disnadda yang kerap disapa Khun Chai, yang artinya pangeran dalam bahasa Thai, mengawali pengabdiannya dalam pemberantasan kemiskinan dan peredaran opium dengan menjadi sekretaris pribadi Ibu Suri Srinagarindra selama 28 tahun sejak 1967.
"Upaya ini sebetulnya dirintis Ibu Suri sejak 1967 karena masyarakat di Chiang Rai benar-benar menderita karena miskin, kurang pendidikan, dan minim kesehatan," kisah Khun Chai prihatin.
Ibu Suri dan ia kerap mengunjungi desa-desa di Chiang Rai menggunakan helikopter karena medan yang bergunung-gunung. Usia senja tak menghalangi Ibu Suri untuk memberikan perhatian kepada rakyatnya.
Pada 1995, Ibu Suri meninggal dunia pada usia yang sangat tua, 95 tahun. Semangatnya diteruskan Disnnada Diskul untuk meneruskan proyek Doi Tung I melalui yayasan yang sudah dibentuk, Mae Fah Luang Foundation. Yayasan itulah yang menggalang dana untuk membiayai proyek-proyek Doi Tung, seperti pabrik tenun, keramik, perkebunan kacang Macademia, dan budi daya tanaman bunga.
Disnadda yang menjabat Sekjen Mae Fah Luang Foundation juga mengepalai langsung proyek Doi Tung. Melalui ide-idenya, Disnadda menawarkan solusi bagaimana mencari pekerjaan di luar opium dan prostitusi tanpa harus melarat.
"Anda tidak bisa memaksakan konsep Anda kepada rakyat. Cari tahu, keahlian mereka apa. Kalau mereka ahli menenun, beri mereka bimbingan bagaimana cara menenun yang bisa menghasilkan uang banyak," jelasnya. Sebaliknya, imbuh ayah dari dua anak itu, pihaknya pun tidak bisa memaksakan tenunan kepada orang desa yang punya keahlian bertani.
Dari Myanmar hingga Indonesia
Kesuksesan proyek Doi Tung I ternyata menarik perhatian negara tetangganya, Myanmar. Negara tersebut ingin mencontoh dan mengimplementasikan hal yang sama di wilayahnya yang juga punya persoalan dengan opium.
Pada 2002, Khun Chai diminta untuk membagi pengalamannya sekaligus membimbing proyek Doi Tung II di Yong Kha, Myanmar. Dalam proyek tersebut, Khun Chai pun mentransfer pengalaman melalui program Sustainable Alternative Livelihood Development (SALD) kepada Myanmar secara gratis.
Demam SALD ini juga sampai ke telinga pemerintah Afghanistan dan kerja sama pun diteken dengan Proyek Domba yang dimulai 2006.
"Inisiatif domba itu berasal dari masyarakat Afghanistan sendiri. Kami hanya membantu menjual ide bagaimana membangun kehidupan dengan pekerjaan alternatif. Tapi, proyek apa yang akan dikembangkan itu terserah rakyatnya," kata Khun Chai.
Dari Afghanistan, perjalanan SALD ala Doi Tung, berlabuh juga di Indonesia. Pemerintah Indonesia meminta bantuan Khun Chai untuk menanggulangi persoalan-persoalan tingkat kehidupan di Aceh.
"Sebanyak 1,5 juta rakyat di Aceh hidup dengan uang US$1 per hari. Dengan proyek Doi Tung di Aceh, kita harap bisa menaikkan pendapatan sampai US$3 sehari," tambahnya.
Proyek SALD bisa sukses jika ada kepercayaan dari akar rumput bahwa proyek itu bisa bekerja. Faktor lain yang harus ada adalah dukungan pemerintah pusat dan daerah. "Tanpa tiga faktor itu, proyek pasti gagal. Saya hanya menjual ide, silakan pemerintah Indonesia yang menjalankan," tegasnya.
Ia mengingatkan orang tidak akan pernah kaya saat mengandalkan hidupnya pada ganja, bahkan pedagangnya sekalipun. "Masalahnya, ganja Aceh merupakan salah satu jenis ganja terbaik di dunia. Apakah pemerintah bisa memberikan alternatif pekerjaan yang lebih baik daripada ganja?" tantang Khun Chai. Karena, menurutnya, orang beralih ke pekerjaan ilegal karena tidak mempunyai kesempatan memiliki pekerjaan legal yang bisa mencukupi kebutuhannya.(Ita Malau/M-2)