-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

29 August 2008

Buruh Migran asal Bugis di Perkebunan Malaysia Kurang Perlindungan

22/08/2008 21:47 wib - Daerah Aktual

Yogyakarta, CyberNews. Keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan, memperoleh pengetahuan dan kesempatan ekonomi yang lebih baik adalah alasan utama masyarakat Bugis menjadi buruh migran di perkebunan kelapa sawit Malaysia. Meski mayoritas pekerja migran di negeri Jiran itu masih hidup dalam kemiskinan.

Demikian dikemukakan oleh antropolog Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Hasanudin Nurul Ilmi Idrus dalam seminar ''Dilema dan Strategi Kehidupan Pekerja Migran Bugis di Kebun Kelapa Sawit Malaysia'', di gedung Masri Singarimbun UGM.

Nurul menegaskan, mobilitas yang tinggi menjadi buruh migran di perkebunan kelapa sawit Malaysia itu didasarkan pada sebuah filosofi masyarakat Bugis sendiri bahwa di mana pun ada rejeki atau pekerjaan yang dapat mendatangkan uang, maka kesitulah mereka akan mencari dan salah satu pilihannya menjadi buruh migran di kebun kelapa sawit Malaysia.

''Ekspresi kultural ini mendorong laki-laki dan perempuan Bugis untuk meninggalkan Sulawesi Selatan pergi ke Malaysia,'' katanya.

Mobilitas masyarakat bugis yang tinggi itu, dikatakannya, terkait dengan hirarki masyarakat Bugis untuk untuk menikmati masa depan yang lebih baik dengan diikuti etos kompetisi dalam kehidupan sosial yang lebih baik, disertai dengan semangat kerja keras sehingga terbiasa meninggalkan kampung halamannya dalam jangka waktu lama.

''Tidak heran jika pekerjaan-pekerjaan kasar dan berat seperti di kebun kelapa sawit Malaysia ini menjadi identik dengan pekerja migran asal dari Sulawesi Selatan,'' tandasnya.

Meskipun demikian, imbuh Nurul, upaya untuk melarang masyarakat Bugis pergi mencari kehidupan yang lebih baik ke Malaysia tidak sejalan dengan ketersediaan lapangan kerja di dalam negeri.

Namun yang lebih relevan yang bisa dilakukan adalah mensosialisasikan UU tentang ketenagakerjaan, UU tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri agar calon TKI tidak menjadi mangsa bagi orang-orang yang menarik keuntungan dari mereka tanpa memperhitungakan hak-hak mereka. 

''Ini tentunya sangat terkait dengan eksistensi serikat pekerja di perusahaan-perusahaan mereka karena dapat menjadi wadah dalam mengeluarkan aspirasi mereka dan mencari solusinya,'' ujarnya.

Nurul mengakui, kebijakan pemerintah Malaysia terhadap pekerja migran di kebun kelapa sawit terkesan kurang memberikan perlindungan optimal, padahal ketergantungan industri kelapa sawit kepada pekerja asal masyarakat Bugis sangat besar sekali.

''Seharusnya ini bisa dijadikan posisi tawar pemerintah kita kepada Malaysia untuk membuat regulasi yang menguntungkan kedua belah pihak, terutama terkait dengan proteksi terjadap pekerja migran kita,'' katanya.

(Bambang Unjianto /CN09)

http://www.suaramerdeka.com/beta1/index.php?fuseaction=news.detailNews&id_news=12254