-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

03 September 2008

TKI Korban Sindikat Berkedok Pengerah Tenaga Kerja Sabtu, 30 Agustus 2008

TKI Korban Sindikat Berkedok Pengerah Tenaga Kerja



Oleh
Widjil Purnomo

KARAWANG-Pulang sebagai tenaga kerja dari Arab Saudi awal tahun 2008, seharusnya Atin Suratin (17) menikmati kehidupannya yang lebih baik. Seperti yang dijanjikan sebelumnya oleh agen, ia akan bekerja di tempat yang enak dengan mendapat upah yang tinggi, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Ketika kembali ke Desa Gempol, Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jabar, gadis itu dalam keadaan terganggu jiwanya.
Boro-boro mendapatkan perawatan sebagaimana mestinya, gaji selama dua tahun bekerja yang seharusnya dinikmatinya tak ia peroleh. Keluarganya yang petani miskin tak bisa berbuat banyak, bahkan agen yang mengirim Atin ke Arab Saudi enggan bertanggung jawab. Jadilah Atin terkatung-katung dengan tatapan mata kosong dan merana.
Sepenggal kisah Atin itu merupakan bagian dari kisah duka tentang TKW Karawang yang mengalami nasib serupa. Mereka hanyalah menjadi objek garapan bagi orang-orang tertentu dengan kedok lembaga pengerah tenaga kerja yang bisa mengubah nasib dengan iming-iming gemerincing real yang berkilau. Ratusan TKW asal daerah lumbung padi ini pulang dengan tangan hampa bahkan hanya tinggal nama. Kemiskinan dan kebodohan yang mendera masyarakat Karawang membuat lembaga pengerah tenaga kerja tumbuh subur di sini.
Dalam catatan SH, terdapat sedikitnya 130 Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang beroperasi di Karawang. Anehnya, mereka tidak memiliki kantor di sini dan hanya menempatkan beberapa agennya yang bertindak sebagai pencari "mangsa", terutama keluarga dari kalangan miskin dan tak berpendidikan.
Berbagai cara dilakukan oleh para agen ini agar bisa menggaet "mangsa" sebanyak-banyaknya untuk disetorkan di kantor PJTKI yang umumnya berkantor di Jakarta. Persaingan antaragen begitu ketat sehingga dengan mengumbar janji adalah cara yang dianggap jitu.
Mereka begitu antusias mencari mangsa karena setiap satu tenaga kerja yang disetorkan akan mendapat imbalan Rp 1,5 juta untuk perempuan dan Rp 2 juta untuk laki-laki. Caswen (34) adalah agen yang berhasil menggaet Atin yang saat itu baru berusia 14 tahun.
Adalah Elyasa Budianto, seorang pengacara yang getol memerangi praktik-praktik yang dilakukan para PJTKI nakal. Ia menganggap PJTKI yang beroperasi di Karawang ini tak ubah sebagai sindikat yang memperdagangkan orang.
Ia menyebut beberapa fakta seperti Atin yang secara hukum belum memenuhi syarat menjadi TKW ke luar negeri, tapi dengan praktik curang oleh sindikat sehingga Atin bisa lolos ke Arab Saudi.
"Saya sudah melaporkan hal ini pada polisi, tapi saya belum tahu apakah diproses atau tidak," ungkapnya..
Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di Karawang saja. Seperti diakui Dirjen Pendidikan Nonformal dan Informal Departemen Pendidikan Nasional, Hamid Muhammad, sejumlah daerah terutama di Pulau Jawa mengalami hal sama.
Daerah-daerah miskin dengan tingkat pendidikan masyarakatnya rendah sangat potensial dijadikan sasaran lembaga yang berkedok jasa pengerah tenaga kerja untuk mencari mangsa.
Itulah sebabnya Hamid Muhammad mengaku Departemen Pendidikan Nasional sangat berkepentingan meluncurkan Panduan Pelaksanaan Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Program ini dirancang untuk menggiatkan upaya memerangi perdagangan orang secara lebih terencana dan menyeluruh. Secara khusus, program ini untuk mendidik kelompok-kelompok rentan agar tidak terjerat dalam perdagangan orang, terutama perempuan dan anak.
Kelompok rentan itu seperti yang disebutkan Hamid Muhammad adalah warga miskin dengan tingkat pendidikan yang rendah. Di Indonesia terdapat sedikitnya 9,5 juta orang menganggur dengan lebih dari separuhnya adalah tidak lulus SD karena kemiskinan. Mereka inilah, kata Hamid, akan menjadi sasaran dalam program ini. "Mereka harus mendapatkan keterampilan tertentu sehingga tidak mudah tergiur dengan janji-janji," tuturnya.

Tingkat DO Tinggi
Jawa Barat menurut Dirjen Pendidikan Nonformal dan Informal, merupakan provinsi dengan tingkat pertambahan masyarakat yang drop out SD-SMP-SMA/SMK paling tinggi yakni mencapai 800.000 per tahun. Oleh karena itu, provinsi ini mendapat prioritas pertama dalam program pendidikan terhadap mereka agar tidak menjadi korban perdagangan orang.
Sementara itu, Suryadi Soeparman dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan, mengakui perdagangan orang berkedok pengerah tenaga kerja. Mengutip sebuah lembaga buruh migran, ia menyebut 20-25 persen sindikat perdagangan orang adalah berkedok PJTKI. "Mereka ini sudah merupakan sindikat yang motifnya untuk memperdagangkan orang dengan kedok sebagai pengerah tenaga kerja," ujarnya.
Upaya memerangi perdagangan orang yang dilakukan Depdiknas sebagai Gugus Tugas Pencegahan sebagai amanat Keputusan Presiden No 88 tahun 2002 perlu mendapat dukungan moral dari berbagai pihak. Mungkin upaya ini tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan, karena berbagai tantangan masih membentang di depan mata, terutama tingkat pengangguran yang tinggi serta kemiskinan yang seakan tak pernah berakhir.
Atin adalah sebuah contoh akibat kurangnya perhatian pemerintah terhadap sosialisasi yang menyangkut masalah hukum terkait perdagangan orang. Jika ia mengetahui hukum dan memiliki kemampuan yang diandalkan, mungkin nasibnya tidak seperti sekarang ini. n

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0808/30/nus05.html