Kompas/Cokorda Yudistira / Kompas Images Fadiyah (digendong), putri pasangan Sukewi dan Maryadi, warga Kampung Pondok Ranggon, Kelurahan Jatiranggon, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, diduga menderita tumor ganas dan gizi buruk, Senin (17/11). |
Angin bertiup dingin. Mendung di langit tampak semakin tebal. Tak lama kemudian hujan turun di Kampung Pondok Ranggon, Kelurahan Jatiranggon, Jatisampurna, Kota Bekasi, Senin (17/11) sore.
Fadiyah menggelayutkan tangannya ke leher Sukewi. ”Bu... jajan,” rengek Fadiyah ke ibunya itu. ”Iya, sebentar lagi,” jawab Sukewi berusaha menenangkan putri bungsunya.
Setelah Fadiyah tenang, Sukewi lantas bertutur. Fadiyah waktu itu berusia setahun ketika titik putih muncul di pupil mata kirinya. Lama-kelamaan biji mata kiri Fadiyah membengkak. Berselang dua tahun kemudian, biji mata kiri Fadiyah semakin menonjol keluar.
”Umurnya baru tiga tahun lebih sedikit ketika dia dioperasi di Cipto (Rumah Sakit Cipto Mangkunkusumo/RSCM, Jakarta),” tutur Sukewi ibu tiga anak ini. Sukewi mengutip keterangan dokter, mata kiri Fadiyah kena tumor mata yang ganas.
Dokter mengangkat bola mata kiri Fadiyah. Mata kiri Fadiyah ditutup kain kasa yang setiap hari harus diganti. Meski sudah diangkat, ternyata masih ada tumor yang bersarang. Tumor itu terus membesar, terutama di bagian kiri wajah Fadiyah. Pipi kirinya membengkak sampai-sampai hidung dan bibir Fadiyah bergeser ke sisi kanan.
Fadiyah pun menjalani penyinaran dan kemoterapi. Akibat tindakan itu, rambut bocah tersebut rontok. Kulit pipi kirinya kering dan mengelupas.
”Di belakang telinga kirinya tumbuh benjolan,” kata Sukewi mengenai kondisi putrinya. ”Dokter sudah tidak berani mengoperasinya lagi. Dokter hanya menyarankan Fadiyah dikontrol tiap dua minggu,” ujarnya.
Gizi buruk
Fadiyah adalah anak ketiga dari pasangan Sukewi (32) dan Maryadi (40), warga Kampung Pondok Ranggon, Jatiranggon, Jatisampurna, Kota Bekasi. Kakak Fadiyah adalah Aji Satrio (12) dan Taufik Hidayat (7). Fadiyah genap berusia empat tahun pada Februari lalu. Di usianya itu, Fadiyah seharusnya menikmati masa kanak-kanaknya dengan penuh keceriaan.
Namun, tujuh bulan setelah itu, tepatnya pada bulan September, Fadiyah harus diopname di RSCM, Jakarta. Sebulan lamanya bocah perempuan yang masih berusia di bawah lima tahun itu dirawat di rumah sakit.
Saat itu Sukewi mendapat informasi dari dokter tentang kondisi anaknya. ”Dokternya bilang, Bu, anak Ibu kena gizi buruk. Saya kaget. Memang, berat badan Fadiyah turun dari 10,5 kilogram menjadi 9,6 kilogram, tetapi dia makannya lahap,” tutur Sukewi.
Tidak hanya mengalami gizi buruk, Fadiyah juga tidak mampu lagi berjalan. Kedua betisnya mengecil. Kaki-kakinya tak lagi kuat menopang tubuh Fadiyah yang juga sudah kurus.
Salah seorang kader pos pelayanan terpadu di Kampung Pondok Ranggon, Sulasih, menerangkan, kasus yang dialami Fadiyah sudah dilaporkan kepada pihak Puskesmas Jatisampurna. Pihak puskesmas sudah merespons dengan mengirimkan bidan untuk memeriksa kondisi Fadiyah.
”Fadiyah menjadi kasus gizi buruk karena berat badannya terus menurun. Hasil penimbangan, berat badannya memang di bawah batas garis merah,” kata Sulasih.
Karena kondisinya itu, kata Sulasih, Fadiyah pernah diliput beberapa stasiun televisi. Bantuan pernah mengalir untuk keluarga Sukewi. ”Namun, itu sudah lama,” kata Sulasih lagi.
Ditemui terpisah, Kepala Sie Kesehatan Keluarga dan Gizi di Dinas Kesehatan Kota Bekasi Pusporini mengatakan, Fadiyah dapat dirujuk untuk dirawat di rumah sakit tanpa dibebani biaya. Sepanjang Fadiyah mengalami gizi buruk berupa marasmus atau kwashiorkor.
”Kami harus tahu dulu kondisi (anak ) balita itu. Kalau ada penyakit, penyakitnya dulu yang harus disembuhkan, baru gizinya diperbaiki,” kata Pusporini.
Keluarga miskin
Maryadi dan empat anggota keluarganya tinggal berdesakan dalam rumah mungil yang tidak lagi dapat digolongkan ke dalam tipe rumah sangat sederhana (RSS). Luas rumah Maryadi tidak lebih dari 15 meter persegi dengan lebar rumah kira-kira dua meter. Temboknya dibuat dari papan tripleks dan beratap seng. Rumah itu menempel di tembok belakang rumah orangtua Maryadi.
Maryadi tergolong keluarga tidak mampu. Maryadi termasuk satu dari sejumlah warga yang mendapat bantuan langsung tunai (BLT). Kondisi itu dibenarkan oleh Karnamih, istri Ketua RT 03. Maryadi sendiri kerja serabutan sebagai kuli bangunan, upahnya Rp 30.000 per hari.
Oleh sebab itu, Keluarga Maryadi sangat mengandalkan kartu jaminan pemeliharaan kesehatan untuk keluarga miskin (gakin). Dengan kartu itu, Maryadi mendapatkan fasilitas gratis untuk berobat ke RSCM.
”Meskipun ada jaminan bebas biaya berobat, tetapi tetap berat juga. Untuk pergi kontrol ke RSCM butuh ongkos. Sekali berangkat ke sana bisa habis Rp 100.000. Buat kami berat sekali, enggak mungkin itu,” kata Sukewi. (Cokorda Yudistira)