AMBARAWA - Adiyah Ariswati (38), Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Desa Kupang RT 04/RW 08, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang yang bekerja di Arab Saudi pulang dengan tubuh penuh luka akibat siksaan majikannya. Selain mendapat siksaan, selama bekerja satu tahun satu bulan, ibu tiga anak ini tidak pernah digaji majikannya.
Kepada wartawan, Adiyah mengatakan, dia mengalami siksaan sejak enam bulan terakhir sebelum kepulangannya ke Indonesia. "Saya disiksa hampir tiap hari. Kesalahan-kesalahan kecil seperti masih terdapat noda di kaca usai saya bersihkan, majikan wanitanya langsung memukul saya, dengan selang dan sepatu hak tinggi. Bahkan, menyetrika kaki dan tangan kanan saya," kata Adiyah di rumahnya, Selasa (18/11/2008).
Selain dipukul dan disetrika, perutnya ditusuk dengan pecahan gelas, kepala dan punggung dipukul, kuping kiri dan jari tangan mengalami cacat akibat sering dipelintir dan dipukul. Bukan hanya siksaan, gaji yang seharusnya didapat Adiyah sebesar 600 real atau Rp2,1 juta per bulan juga tidak diberikan.
Padahal, di awal kerja dia dijanjikan mendapat gaji 1.500 real atau Rp5,25 juta per bulan. Dengan demikian, gaji yang seharusnya didapat Adiyah selama 13 bulan bekerja di Arab Saudi adalah Rp68,25 juta. Pernah sekali majikan mengatakan telah mengirim gaji satu bulan ke keluarganya, namun sampai sekarang pihak keluarga tidak menerima kiriman uang tersebut.
"Janjinya saya digaji 1.500 real, namun pada bulan pertama yang dikirim ke keluarga hanya 600 real. Itupun tidak sampai," tambah dia.
Hingga pada 8 November lalu, sang majikan hendak membawa Adiyah ke kantor polisi. Namun, ternyata dia malah diantar ke bandara dan dipulangkan tanpa diberi uang pesangon. Pada 9 November, Adiyah sampai di Ambarawa dengan kondisi penuh luka serta shock berat.
Kepulangannya juga diserta surat keterangan dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BP2TKI). Dalam surat itu disebutkan, TKI bekerja selama satu tahun satu bulan, gaji yang tidak dibayarkan selama satu tahun dan TKI dipulangkan majikan tanpa alasan dan majikan menyetrika tangan TKI serta memukulinya. Sehari di rumah, pihak keluarga membawa Adiyah ke RS Bina Kasih Ambarawa guna mendapat perawatan.
Suami Adiyah, Agus Setiawan menuturkan, istrinya berangkat ke Arab Saudi pada 8 Oktober 2007 melalui seorang perantara bernama Dimyati, warga Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang. Dia dikirim ke Arab Saudi dengan perusahaan Amri Margatama yang beralamat di Jalan Tebet Barat IX, No 2 Jakarta Selatan. Sementara, overseas PPTKI di Arab Saudi adalah Al Musyarif Man Power Service dengan alamat Al Ahsa Street PO BOX 5611 Riyadh.
Selama di Riyadh, istrinya bekerja pada majikan Abdul Majeed Alkhani. Untuk memperjuangkan hak-hak istrinya, Agus lantas menggandeng ormas Pemuda Pancasila Kabupaten Semarang yang langsung menerjunkan tim Lembaga Perlindungan dan Perbantuan Hukum (LPPH). Kini, LPPH Pemuda Pancasila Kabupaten Semarang telah mempersiapkan langkah-langkah hukum.
Menurut Ketua LPPH Tyas Tri Arsoyo, pihaknya sudah melakukan pencarian terhadap Dimyati selalu perantara Adiyah. Selain itu, pihak PJTKI juga telah dihubungi. Namun, sampai sekarang dua pihak ini belum memberikan respon.
"Kasus ini telah menginjak-injak harga diri bangsa, maka Pemuda Pancasila bertekad mengawal kasus in sampai tuntas. Upaya yang akan kami lakukan antara lain dengan mengirimkan surat ke Presiden SBY, Menaker, Menteri Pemberdayaan Perempuan, Komnas HAM untuk benar-benar memperhatikan kasus ini," ujarnya.
Dia menambahkan, tidak hanya agen penyalur dan perusahaan pengiriman yang harus bertanggungjawab terhadap nasib Adiyah, namun pihaknya juga menuntut pihak majikan untuk diproses secara hukum oleh kepolisian setempat. Untuk item terakhir ini, LPPH bakal berkoordinasi dengan Kedutaan Indonesia di Arab Saudi. (Sundoyo/Sindo/hri)